The Patience Stone (2012)




Sekalipun sudah menikah selama 10 tahun, perempuan tak bernama itu tidak pernah benar-benar mengungkapkan isi hatinya pada sang suami yang jauh lebih tua darinya. Ia bahkan tidak pernah mencium suaminya. Relasi mereka selama ini hanya terikat norma dan kebutuhan untuk melanjutkan keturunan. Peran perempuan tampak sebatas menjadi mesin produksi anak yang terikat oleh berbagai tanggung jawab domestik. Sementara sang suami dianggap sebagai junjungan.  

Secara ambigu, hubungan lebih jujur mulai tumbuh saat sang suami koma karena peluru di lehernya. Tragedi yang terjadi dalam perdebatan sia-sia atas nama kehormatan. Sambil merawat suaminya, si perempuan secara berangsur mengungkapkan semua perasaan dan rahasia yang selama ini ia pendam. Ia juga menceritakan segala hal yang ia alami setiap harianya. Dari remeh temeh hingga hal-hal yang selama ini amat tabu, seperti tema seksualitas.

Baginya, sang suami adalah batu kesabaran. The Patience Stone yang menjadi judul film ini. Berasal dari cerita rakyat klasik dari Persia tentang batu yang menjadi tempat mencurahkan isi hati dan kegelisahan. Tempat ia bisa menceritakan segala hal tanpa takut dihakimi, apalagi disalahkan. Cerita yang ia dapatkan dari bibinya. Meskipun sesekali didera keraguan dan penyesalan, ia terus menerus meluapkan.   

The Patience Stone sendiri merupakan film adaptasi dari novel dengan judul yang sama dan disutradarai langsung oleh penulis novelnya, Atiq Rahimi. Seorang imigran asal Kabul yang mengungsi ke Prancis saat Afganistan diinvasi oleh Uni Soviet. Di film ini, Rahimi berduet dengan Jean-Claude Carrière, penulis skenario kawakan di Prancis. Menghasilkan tontonan yang sesekali mendebarkan tapi juga tidak sabar menanti bagaimana kisah akhir dari plot yang nampak membosankan. Namun Golshifteh Farahani yang menjadi pemeran utama film ini telah menyajikan dialog-dialog mendalamnya dengan penuh emosi. Membuat kita tenggelam dan ikut berempati pada si perempuan.

Di The Patience Stone, Rahimi tidak secara spesifik menyebutkan Afganistan sebagai latar film. Rahimi hanya menyajikan sebuah wilayah yang sedang dalam perang dengan berbagai hal simbolis khas umat muslim. Menunjukkan bahwa film ini berkisah tentang masyarakat muslim di belahan dunia lain yang dikuasai pemimpin penganut nilai-nilai konservatif. Membuat kehidupan menjadi serba tak pasti dan penuh ancaman. Kompleksitas kondisi masyarakat di tengah perang ini sudah cukup diwakili oleh si perempuan dan kondisi rumah tangganya. Setiap adegan dipersempit di rumah pasangan ini yang porak poranda dihantam bom. Sesekali terjadi di rumah bordil tempat ia menitipkan kedua anaknya agar lebih fokus mengurus sang suami.

Tidak mudah menebak alur dan akhir dari film ini. Ada adegan-adegan dialog yang seolah tak habis. Curahan hati alami si perempuan seperti ungkapan kegelisahan yang tak kunjung usai. Antara masa lalu dan sekarang. Apakah sang suami sembuh lalu kemudian menyadari ada kerikil dalam rumah tangganya? Atau semuanya terlanjur habis oleh perang sebelum si perempuan berhasil mengungkapkan seluruh isi hati dan rahasianya? Semuanya tidak teraba sepanjang plot. Meskipun mata sang suami yang sesekali terbuka menunjukkan bahwa ia mendengar segalanya.      

Comments