Dari Sarang Laba-laba

Bukan koleksi mbah google.com
Seharian kemarin saya merasa benar-benar jadi orang gila. Mana mungkin berjam-jam saya habiskan nongkrong di kamar mandi hanya untuk menyaksikan pertarung seeokor Laba-laba. Bahkan setiap beberapa jam sekali saya kembali menengok perkembangan pertanrungan karna sepertinya setiap saya tongkrongin lama laba-laba itu malah berhenti beraksi.

Cerita berawal ketika suatu pagi saya harus pergi ke kampus pagi-pagi. Ada urusan administratif kuliah untuk semester baru yang harus segera dituntaskan. Sedikit terburu-buru saya masuk kamar mandi. Tiba-tiba perhatian saya tertuju pada Laba-laba dan seekor serangga berwarna coklat yang ukuran tubuhnya lebih besar lima kali lipat dari laba-laba itu --sebelumnya laba-laba itu memang sudah lama bersarang di kamar mandi kamar saya--. Serangga coklat yang mirip Kepik itu tengah berjuang melepaskan diri dari jaring laba-laba yang menutupi bagian atas tubuhnya. Dengan satu kaki kurusnya yang bebas dia berusaha menyingkirkan jaring yang turut menjerat kaki satunya lagi. Saat itu si Laba-laba bergeming tidak banyak beraksi. Mungkin karena ada saya makhluk raksasa (baginya) tengah asyik menyaksikan perjuangan si serangga coklat.

Akhirnya saya capek juga memperhatikannya dan saya cepat-cepat menyudahi ritual saya. Siangnya saya iseng tengok lagi. Sekarang Laba-laba mulai manuver serangga malang itu habis-habisan berusaha meraih si serangga dengan kakinya yang menggurita banyak dan ajaibnya si serangga masih belum berhenti berusaha. Rupanya si serangga bukan hewan yang gampang menyerah juga. Si Laba-laba terus beraksi. Pertandingan saya anggap selesai ketika esok paginya saya menengok kembali Laba-laba dan santapan maha besarnya itu. Pemenangnya adalah laba-laba. Laba-laba nampak mencengkram erat tubuh serangga coklat nelangsa yang sekarang menjadi putih karena jaringnya. Menyantapnya tanpa ampun. Hal itu terlihat dari semakin gemuknya tubuh Laba-laba. Mungkin dia sudah memenangkan permainannya sejak arwah saya masih mengembara di dunia mimpi.

Saya iseng menyemprotkan sedikit air ke sarangnya. Dia pun segera berlari memojok. Saya timpa dengan busa membayangkan istana jaringnya roboh. Alih-alih roboh, istananya itu justru menahan kuat busa-busa yang saya lemparkan sampai akhirnya menghilang dan menyisakkan istana Laba-laba itu dalam keadaan utuh. Dan Laba-laba itu tampak bergeming, jangankan pergi. Menghindar saja tidak. Maka, 

Dalam tulisan ini aku nobatkan Laba-laba sebagai hewan yang tangguh dan anti menyerah.....

Saya boleh jadi gila seharian itu karena memperhatikan Laba-laba itu hingga berjam-jam lamanya. Tapi saya tidak menyesal karena ada hal yang ternyata sangat berarti. Tentang kemenangan Laba-laba dalam pergulatan sengitnya dengan si serangga coklat tak bernama. Jika Laba-laba memiliki jaringnya sebagai senjata dalam bertarung mempertahankan hidup. Maka, manusia punya kemampuan khusus (ability). Seperti laba-laba yang hanya dirinya yang memiliki jaring sebagai senjata, manusiapun begitu. Manusia dilahirkan ke dunia ini sudah dengan kemampuan khusus yang dimilikinya. Dan saya yakin setiap ability antara satu manusia dengan yang lainnya berbeda. Tidak ada yang sama. Meskipun perbedaannya hanya setitik, hal itu tetap menjadi nilai lebih yang membedakkan satu dan lainnya. 

Tapi selalu saja ada yang membuat ability itu tak terlihat. Apalagi saat-saat kita sedang tertimpa suatu masalah. Atau ketika kita sedang berhadapan dengan seseorang yang selama ini membuat kita menciut seketika bak kerupuk tersiram air. Ntah itu saingan kita dalam hal akademik atau bahkan mungkin beberapa orang yang memang memiliki aura yang membuat kita langsung mencicit. Bisa jadi keadaan itu yang kita sebut sebagai minder bukan karena sosok-sosok yang memang memiliki kemampuan yang wah yang melingkari kita dalam kehidupan. Toh setiap orang pasti memiliki kekurangan. Bisa jadi semua karena kita belum menggali memori yang terpendam dalam diri kita yang menyimpan karakter kita dan kemampuan yang kita miliki.    

Kadang kita memfokuskan otak kita untuk lebih berkonsentrasi pada kekurangan yang seolah-olah berjubel memenuhi diri kita mulai dari otak sampai karakter. Menyesali diri kita karenanya. Dulu saya pernah ditegur secara ketus oleh seorang kakak kelas. Dia bilang cara pemilihan kata-kata saya itu menunjukkan saya orang yang sangat fokus pada hal-hal negatif. Penuh dengan keluhan dan sering kali berucap kata-kata yang sembarangan. Meskipun sedikit sakit hati tapi saya akui memang kata-katanya benar. Maka sejak saat itu saya berusaha mengurangi setiap keluhan meskipun sampai detik ini belum benar-benar terkikis. 

Kita tidak akan pernah bisa menyingkap sebenarnya apa ability yang tertanam dalam diri kita, jika kita selamanya fokus pada kekurangan. Terutama minder. Ketidak percayaan diri sebenarnya adalah tirai utama yang menutupi ability kita sehingga tidak pernah muncul kepermukaan. Semakin kita fokus pada kutub negatif semakin kita sulit mencapai sisi positif. Sama halnya ketika kita mulaii mendekati kutub positif maka daya negatif akan semakin memudar terkena tekanan kutub positif.

Laba-laba itu adalah makhluk kecil yang sangat piawai menggunakan senjatanya untuk memukul jatuh sang mangsa. Dia menjerat mangsanya dengan istana jaring. Setelah mangsa terjerat dia langsung membungkusnya dengan jaring. Kelebihan itu tidak berhenti dia gunakan sebelum sang mangsa menyerah. Bahkan dia terus menerus menekan sang mangsa secara depensif. Meskipun terkesan sadis dan dingin tapi itulah cara dia memenangkan pertarungan. Setidaknya kita bisa menggunakan ability kita sebagai modal untuk bertarung dengan rasa keminderan yang terlanjur menguasai diri kita. Dan setelah itu kita bisa menggunakannya sebagai senjata untuk bersaing (tentunya dengan cara yang sehat) di medan “pertempuran” sekarang dan seterusnya.

Saya belajar banyak dari hewan kecil yang besok lusa sarangnya harus saya gerus bersama sarang-sarang lain yang belum sempat saya bersihkan (demi kebersihan). Sebelum saya hancurkan sarangmya saya mengenangnya dalam tulisan singkat ini. Wahai Laba-laba pantang menyerah. Ini bayangan terakhir saya yang sedikit ngaco. Kalau saja ukuran laba-laba itu sebesar botol minuman mineral dia pasti sudah membungkus saya dengan jaringnya sebelum saya berhasil menyapu bersih istananya. ^_^
Semoga bermanfaat. Amien.   

Comments