Jum’at, 27 Maret 2009
Jum'at 27 Maret 2009, Situ Gintung semasa bencana |
Handphone berdering memekik memintaku segera mengangkatnya. Sebuah suara penuh khawatir dan tergesa dari seorang kawan meminta aku segera mengabari teman-teman lain. Mengenai bencana yang tidak pernah disangka akan datang pada hari itu. Situ Gintung memuntahkan airnya, menembuh tanggul tanah merahnya, mengalirkan airnya ke rumah penduduk ketika pagi masih gelap. Masih membuai tubuh-tubuh lelah diatas peraduan mereka. Dan disalah satu rumah kampung itu sahabat terbaikku berada.
Sedari berita diangkat kawanku nun di Jakarta sana mencoba menghubungi sahabatku. Nihil. Akhirnya dia berinisiatif menghubungi yang lain. Aku salah satunya. Hatiku penuh was-was ketika dia memintaku bersabar menanti kabar selanjutnya. Dia belum ditemukan diantara korban yang jantungnya masih berdegup-degup kelelahan. Menjelang siang, kabar itu begitu menyengatku bak aliran listrik. Dia sudah ditemukan, diantara mereka yang jiwanya sudah melayang menuju khayangan. Bersama jasad-jasad yang sudah ditutupi kafan putih seadanya.
Sms selanjutnya datang bertubi-tubi setelah aku kabarkan semua teman. Sementara air mataku tidak berhenti mengalir sambil menatap berita di layar kotak depanku. Berharap aku bisa melihatnya sekali saja meskipun melalui televisi. Betapa berat rasanya aku menghentikan air mata untuk sahabat terbaikku. Tapi, tiada sempat aku melihatnya untuk terakhir kalinya. Aku hanya melihat namanya tercetak di beberapa surat kabar dengan berita yang sama sekali tidak benar. Hilmi jenis kelamin laki-laki. Media yang kurang akurat, bisa-bisanya mengidentifikasi sahabatku berjenis kelamin laki-laki sedang dia tersenyum manis dan anggun (kabar dari kawan) dengan mata tertutup seolah menyambut Izrail yang mendatanginya malam ketika tanggul itu jebol.
Sampai pada titik --PERCAYA—
Siapa sangka kematian itu begitu dekat denganmu. Siapa yang tahu malaikat Izrail tengah berada dilangit-langit kamarmu, siap menjemputmu saat sms terakhirmu terkirim “Baik2lah, nice to join with you”. Itu sms terakhirmu. Aku harus mengakui aku merindakanmu teman. Setengah dariku tetap merasakan kehadiranmu di dunia ini. Mengucap janji pertemuan kita di dunia ini yang tak terlaksana. Semoga esok janji itu terlaksana ketika aku menyusulmu.
Aku iri padamu karna DIA memanggilmu terlebih dahulu. Bukankah itu artinya DIA merindukan pertemuan dengamu..?. Siapa yang akan mendengar kisahku seperti saat dirimu mendengarkan semuanya dengan nasihat terbaikmu?. Aku tak yakin siapa yang akan menjadi teman sebaik dirimu. Tapi, aku tetap bahagia karna kau teman terbaikku. Allah mencitai dan merindukanmu, sebanyak kau mencintai dan merindukanNya.
Sabtu, 9 April 2011
Ahad 27 Maret 2011, Situ Gintung dua tahun pasca bencana |
Situs foto Vivanews membawaku pada sebuah kenangan. Aku baru sadar dua tahun sudah sahabatku meninggal dunia. Menyisakkan kenangan manis untuk kami semua. Orang-orang yang pernah mengenalnya sebagai sosok yang teguh prinsipnya. Wanita yang menjaga kehormatannya dengan cara yang begitu indah membuat seorang anak adam tertawan jiwanya berharap menjadi bagian darinya. Bagiku, bagi kita, dia masih ada di dunia ini. Sedang berjalan menyusuri kampusnya, berkutat dengan kegiatan organisasinya di Kampus UMJ.
Dua tahun berlalu, dan inilah foto Situ yang mengalirkan air bah. Menghanyutkanmu bersama kenangan. Membawamu pergi bersama sang malaikat, menuju pertemuan agung bersamaNya. Sudahkah kau bertemu denganNya. Apakah dunia itu menyambutmu dengan senyum. Ah, aku tidak tahu. Tapi, kami yang kau tinggalkan dengan kenangan manis merasa saat ini kau bahagia berada disana.
Maafkan aku teman, ternyata sudah dua tahun semua berlalu dan aku belum menepati satu janjiku padamu. Aku belum sempat melihat rumah ragamu. Aku belum bisa menjengukmu di peristirahatan terakhirmu. Aku harus menepati janjiku padamu. Berbahagialah engkau disana. Kami, tidak pernah menyesali sedikitpun kepergianmu untuk sahabat sepertimu. Kau lebih dari sahabat kami, kau adalah keluarga kami.
Untuk Hilmy Raiesah, we love you
Unires, 10 April 2011 --andalusia--
Comments
Post a Comment