Assalamu'alikum Warahmatullahi Wabarakatuh....
Malam gelap gulita, segelap hatiku tanpa arah. Tanpa arah yang pasti kemana aku harus melangkah. Dari mana aku harus mengawali langkahku. Gundah gulana menjadi teman yang paling setia jauh diatas kesetiaan Majnun atas cinta Laila. Tidak pernah terbayangkan, tiga tahun hampir aku lewati perjalanan panjangku di kota ini. Dan setelah tiga tahun pulalah kesadaran mulai menyeruak. Saat-saat pertanggungjawaban telah tiba....
aaah, kenapa jadi lebay seperti ini. Padahal aku cuman pengen sedikit berbagi rasa gelisah yang tengah mengerubungi isi otakku seperti semut-semut saat setitik gula terdampar di lantai.
Dulu, kesyukuran terbesarku adalah aku diberi kesempatan untuk mengenyam pendidikan di kota pelajar yang permai ini. Yogyakarta. Terutama saat aku tidak
membutuhkan rengekan untuk mendapatkan kesempatan itu, karena tiba-tiba saja ibuku menyebutkan kota yang ingin aku tempati selama mengeyam kuliah ini. Thanks mom for reading my heart voice, love you.
Sekarang, menjelang tahun ketiga aku berada di kota ini. Banyak hal yang sudah aku lewati. Suka, duka dan bahagia. Rasanya semua baru saja kemarin. Saat aku harus bersalaman, menebar senyum sambil mengucapkan "kenalin, namaku Mida. Kamu...?". Saat aku pertama kali duduk di kursi merangkap meja yang sangat individualis menyantap kuliah pertama tentang Pengantar Ilmu Komunikasi bersama dosen bijak bestari penuh wibawa. Sekarang tahun ketiga, tepat smester enam, dan sebentar lagi aku akan terbebas dari yang namanya teori.
Ada rasa lega tapi rasa was-was juga datang tidak kalah sering dengan rasa lega. Lega karena sebentar lagi aku akan menginjak fase berikutnya dalam perjalanan hidupku. Was-was, karena untuk mencapai fase itu aku harus berjuang lebih keras dari biasanya dan mungkin sedikit berdarah-darah (serem jeh). Belakangan aku perhatikan sekitarku. Terutama teman-teman satu angkatan. Mereka sudah mengencangkan ikat pinggang, menyingsingkan lengan baju (kayak pramuka aja), siap berlari mengejar skripsi. Bahkan, satu diantara beberapa kawan itu sudah siap untuk melakukan pra survey.
Whattttt...............???
Cepat sekali dia bergerak. Kenyataan itu membangkitkan sebagian kesadaranku. Ternyata aku belum berpikir skripsi se-njelimet kawan-kawanku. Jangankan judul, topiknya saja belum dapat. Oh my God. Where are you Mida. Kemana saja selama ini. Betapa jauh sekali dirimu tertinggal.
Sejak kejadian itu, aku sering bermeditasi (apa hubungannya sama skripsi). Sekedar mencari peluang judul, mencoba cari masalah dengan membaca ini itu. But, sampai saat ini. I got nothing. Sama sekali belum dapat ide. Aku yang terbiasa dengan metode kepepet berharap kali ini tidak memakai metode itu. Please, ini skripsi. Tidak boleh ada istilah kepepet. Tapi entahlah biasanya ide bermunculan begitu saja saat menjelang deadline. Mungkin satu-satunya cara untuk menghindari metode kepepet itu adalah dengan bermeditasi, berdiskusi dengan kawan dan dosen atau membaca banyak sekali buku.
Ditengah kegelisahan yang kian memuncak. Ada sesuatu yang cukup menghibur dan menyejukkan hati. Sebenarnya aku tidak perlu terlalu berlebihan menanggapi keberadaan teman-temanku yang sudah berkutat dengan judul ini judul itu. Karna, masih ada waktu sekitar 9 bulan lagi. Itu batas normal lulus dari fase kuliah ini. Dan aku sudah memberi tahu orang tuaku mengenai batas normal itu. Hanya saja tidak berani menjanjikan ketepatan waktu lulus. Biar waktu yang berbicara. Biar aku melakukannya dengan caraku sendiri. Aku tahu, jika Allah berkehendak maka aku akan mendapatkan kelulusan yang normal itu tentu dengan predikat yang membahagiakan. Setidaknya untuk kedua orang tuaku.
Aku hanya bermimpi bahwa skripsi itu akan menjadi hadiah ulang tahunku berikutnya. Sama seperti saat aku mempersembahkan paper (sebagai syarat lulus pesantren) sebagai hadiah ulang tahunku yang ke 19. Dan semoga semua tiba pada waktunya. Mungkin bukan sekarang. Mungkin mulai smester besok saat kepala ini termanage untuk mengerjakan skripsi ide-ide akan muncul dan masalah terhampar luas di depan mata. Atau pikiranku lebih tajam lagi membaca masalah lingkungan.
Amien....
Malam gelap gulita, segelap hatiku tanpa arah. Tanpa arah yang pasti kemana aku harus melangkah. Dari mana aku harus mengawali langkahku. Gundah gulana menjadi teman yang paling setia jauh diatas kesetiaan Majnun atas cinta Laila. Tidak pernah terbayangkan, tiga tahun hampir aku lewati perjalanan panjangku di kota ini. Dan setelah tiga tahun pulalah kesadaran mulai menyeruak. Saat-saat pertanggungjawaban telah tiba....
aaah, kenapa jadi lebay seperti ini. Padahal aku cuman pengen sedikit berbagi rasa gelisah yang tengah mengerubungi isi otakku seperti semut-semut saat setitik gula terdampar di lantai.
Dulu, kesyukuran terbesarku adalah aku diberi kesempatan untuk mengenyam pendidikan di kota pelajar yang permai ini. Yogyakarta. Terutama saat aku tidak
membutuhkan rengekan untuk mendapatkan kesempatan itu, karena tiba-tiba saja ibuku menyebutkan kota yang ingin aku tempati selama mengeyam kuliah ini. Thanks mom for reading my heart voice, love you.
Sekarang, menjelang tahun ketiga aku berada di kota ini. Banyak hal yang sudah aku lewati. Suka, duka dan bahagia. Rasanya semua baru saja kemarin. Saat aku harus bersalaman, menebar senyum sambil mengucapkan "kenalin, namaku Mida. Kamu...?". Saat aku pertama kali duduk di kursi merangkap meja yang sangat individualis menyantap kuliah pertama tentang Pengantar Ilmu Komunikasi bersama dosen bijak bestari penuh wibawa. Sekarang tahun ketiga, tepat smester enam, dan sebentar lagi aku akan terbebas dari yang namanya teori.
Ada rasa lega tapi rasa was-was juga datang tidak kalah sering dengan rasa lega. Lega karena sebentar lagi aku akan menginjak fase berikutnya dalam perjalanan hidupku. Was-was, karena untuk mencapai fase itu aku harus berjuang lebih keras dari biasanya dan mungkin sedikit berdarah-darah (serem jeh). Belakangan aku perhatikan sekitarku. Terutama teman-teman satu angkatan. Mereka sudah mengencangkan ikat pinggang, menyingsingkan lengan baju (kayak pramuka aja), siap berlari mengejar skripsi. Bahkan, satu diantara beberapa kawan itu sudah siap untuk melakukan pra survey.
Whattttt...............???
Cepat sekali dia bergerak. Kenyataan itu membangkitkan sebagian kesadaranku. Ternyata aku belum berpikir skripsi se-njelimet kawan-kawanku. Jangankan judul, topiknya saja belum dapat. Oh my God. Where are you Mida. Kemana saja selama ini. Betapa jauh sekali dirimu tertinggal.
Sejak kejadian itu, aku sering bermeditasi (apa hubungannya sama skripsi). Sekedar mencari peluang judul, mencoba cari masalah dengan membaca ini itu. But, sampai saat ini. I got nothing. Sama sekali belum dapat ide. Aku yang terbiasa dengan metode kepepet berharap kali ini tidak memakai metode itu. Please, ini skripsi. Tidak boleh ada istilah kepepet. Tapi entahlah biasanya ide bermunculan begitu saja saat menjelang deadline. Mungkin satu-satunya cara untuk menghindari metode kepepet itu adalah dengan bermeditasi, berdiskusi dengan kawan dan dosen atau membaca banyak sekali buku.
Ditengah kegelisahan yang kian memuncak. Ada sesuatu yang cukup menghibur dan menyejukkan hati. Sebenarnya aku tidak perlu terlalu berlebihan menanggapi keberadaan teman-temanku yang sudah berkutat dengan judul ini judul itu. Karna, masih ada waktu sekitar 9 bulan lagi. Itu batas normal lulus dari fase kuliah ini. Dan aku sudah memberi tahu orang tuaku mengenai batas normal itu. Hanya saja tidak berani menjanjikan ketepatan waktu lulus. Biar waktu yang berbicara. Biar aku melakukannya dengan caraku sendiri. Aku tahu, jika Allah berkehendak maka aku akan mendapatkan kelulusan yang normal itu tentu dengan predikat yang membahagiakan. Setidaknya untuk kedua orang tuaku.
Aku hanya bermimpi bahwa skripsi itu akan menjadi hadiah ulang tahunku berikutnya. Sama seperti saat aku mempersembahkan paper (sebagai syarat lulus pesantren) sebagai hadiah ulang tahunku yang ke 19. Dan semoga semua tiba pada waktunya. Mungkin bukan sekarang. Mungkin mulai smester besok saat kepala ini termanage untuk mengerjakan skripsi ide-ide akan muncul dan masalah terhampar luas di depan mata. Atau pikiranku lebih tajam lagi membaca masalah lingkungan.
Amien....
Comments
Post a Comment