Pegawai Luar Negeri, Bukan TKI

Assalamu'alaikum,.........
Pagi yang indah, hujan masih menjadi teman akrab tanah Jogja sekitar saya. Sejuk dan nyaman sekali untuk mengurung diri di kamar berteman kasur dan selimut. Untungnya ini Senin, hari yang wajib diisi dengan sesuatu yang lebih bergairah dari sekedar tidur di kamar. Beraktifitas di luar. Semoga hari ini lebih baik dari hari kemarin. Amien.

Sungguh menyenangkan berada di lingkungan orang-orang soleh. Selalu banyak hal yang membuat kita lebih dekat dengan Sang Khalik. Ntah itu perilaku mereka, ntah itu ucapan mereka, atau cara mereka menjalani hidup. Semuanya adalah teladan. Dan saya selalu bersyukur bahwa saya berada di sekitar orang-orang soleh meskipun saya belum termasuk di dalamnya.

Kemarin sore, kami senior di asrama mahasiswa merealisasikan salah satu agenda yang baru tersususn smester ini. Bersilaturahmi pada atasan/sesepuh. Orang pertama yang kami kunjungi adalah pembina asrama. Seorang ustadz yang sederhana. Bersahaja dan tidak banyak mengumbar kata. Mendengarkan beliau berbicara membawa saya pada masa-masa saat saya berada di pesantren. Beliau berbicara seperti seorang ayah berbicara pada anaknya. Penuh dengan nasehat tapi tidak memerintah. Penuh dengan anjuran yang perhatian dan sayang bak ayah pada anak.

Selama mendengarkan sang ustadz berbicara, ntah kenapa air mata ini mulai mendesak-desak memintah keluar. Dengan susah payah saya mencoba menekannya memintanya berhenti cukup sampai pelupuk mata. Biarkan saja berkaca-kaca tapi jangan sampai menetes. Ternyuh hati saya dibuat oleh hampir setiap kalimat yang dirangkainya. Mulai dari ajaran mengenai kesederhanaan dalam hidup sampai keyakinan akan janji Allah pada orang-orang yang berserah. Figur hidup ini benar-benar sering saya temui di pesantren tercinta saya. Tidak hanya kata-kata kosong yang mereka ucapkan, semua kata-katanya hidup dalam kehidupan yang mereka jalani.

Ada sebuah kalimat yang membuat saya semakin yakin,.....
"Saya tidak pernah melamar jadi pegawai. Tapi saya selalu diarahkan begitu saja pada sebuah pekerjaan. Saya tidak mau menjadi pegawai negeri. Jadi pegawai luar negeri saja..." Katanya sambil tersenyum penuh sahaja. Pegawai luar negeri, bukan pegawai negeri. Meskipun begitu seminggu beliau hanya punya waktu luang hari minggu.

Yah, semua figur sederhana yang kerap saya temui adalah mereka yang tidak haus dengan jabatan tapi jabatan menarik-nariknya untuk masuk. Mereka tidak haus dengan kekuasaan tapi kekuasaan selalu membukakan pintu untuk mereka lebar-lebar. Bahkan, dosen saya yang juga satu-satunya dosen paling sahaja--menurut saya-- di jurusan tempat saya belajar penuh dengan kekhawatiran ketika sebuah tampuk kekuasaan diserahkan padanya.

Saya selalu berdecak kagum pada guru-guru saya di pesantren. Mereka semua berani mewakafkan diri pada pesantren, Mengabdi penuh untuk melahirkan generesi rabbani. Padahal saya tahu betul pesantren bukan perusahaan yang bisa mnghasilkan miliyaran rupiah untuk menghidupi karyawan. Tapi saya tahu, mereka adalah orang-orang yang berserah diri pada Allah, memberi kepercayaan penuh pada Allah atas kehidupan mereka. Implikasinya adalah, sebesar apapun rizky yang diterima kecukupan mengiringi rasa syukur mereka pada Allah. Mereka tidak pernah merasa kekurangan. Itulah yang membuat mereka sederhana. Harta mengejar lautan ilmu yang dibawa mereka dalam hidup.

Dipenghujung pertemuan sang ustadz berkata lembut....
" Jangan pernah bercita-cita jadi siapapun, tapi bercita-citalah jadi siapapun seperti keinginan Allah...., Yaitu jadi manusia tawakal"

Tisu, saya butuh tisu untuk mengelap air mata yang membandel ini. Terimakasih karna saya masih berada di lingkungan orang-orang soleh. Apalagi yang bisa saya syukuri selain nikmat besar ini....

Unires, 14 Maret 2011 --andalusia--

Comments