(Bukan) Kisah Cinta Romeo Juliet

sumber foto
Kemarin pagi saya baca judul berita yang mengantarkan jari tangan saya kembali ke keyboard laptop. Begini judulnya "nenek berusaha bunuh diri, karena kangen pada suami". Jujur, belum sempat baca beritanya saya langsung teringat nenek saya nun di kampung halaman. Bukan, bukan bunuh diri. Menurut saya ini lebih memprihatinkan dari tindak bunuh diri. 

Sepeninggal kakek satu tahun lalu, sikap nenek banyak berubah. Beliau yang tadinya banyak bicara lebih sering diam. Beliau yang sering mengomel tiba-tiba jadi tidak bersemangat bahkan untuk meninggikan suaranya sedikit saja. Beliau kini lebih sering melamun, dan sering tidak enak badan. Terakhir, nenek harus dirawat di rumah sakit. Kami semua tidak ada yang tega melihat aura wajahnya. Keceriaan seperti menguap bersama perginya mendiang kakek. Kini, kebahagiaannya adalah cucu bontot dari anak bungsunya yang disayang-sayang, dimanja-manja, dan dipuji-puji. Bagi kami, itu sudah cukup membahagiakan melihat bibirnya menyunggingkan seulas senyum.   

Saya rasa, jika ada lagu yang paling cocok untuk Nenek saya saat ini, lagu itu pastilah lagu Anang berjudul "Separuh Jiwaku Pergi" --cukup satu baris kalimat itu tanpa lanjutan liriknya--. Kepergian mendiang telah membawa pergi setengah jiwanya. Siapapun yang ditinggal kekasih sejati pastilah merasakannya. Dan hanya dirasakan mereka-mereka yang sudah mengarungi hidup bersama selama berpuluh-puluh tahun. Siapa lagi kalo bukan moyang kita. 

Kerinduan pasti menyeruak dalam setiap jengkal langkah di rumah yang pernah di huni bersama. Di manapun, kenangan akan merekat erat. Di kamar, dapur, dan seluruh ruangan yang pernah disinggahi sang kekasih. Dan, tempat favorit mendiang kakek adalah sebuah kasur di ruang keluarga yang didudukinya berjam-jam dengan sebuah kitab klasik di tangannya sembari khusyuk membaca. Sampai hari ini, kasur itu tetap di posisi yang sama walau ditinggal si empu yang sekarang menjadi tempat kesayangan nenek.    

Bagi saya pribadi, kakek adalah sosok yang tegas dan bijak. Banyak sekali kenangan semasa kecil yang sampai hari ini masih terekam jelas. Terutama saat-saat beliau mengajak saya (dan tante) ke sawah setiap sore hari. Sementara kakek sibuk mengurus saluran air untuk sawah, saya dan tante sibuk menangkap belalang padi sebesar kelingking orang dewasa yang lantas kami masukkan ke dalam botol air mineral. Kenangan lainnya yang sangat melekat adalah kebiasaannya meminta saya untuk menarik jari jemarinya yang pegal sampai terdengar bunyi keretak. Dia selalu bilang "kalau bunyi, nanti dikasih uang". Kalimat itu selalu berhasil membuat saya bersemangat. Bahkan jari jemari kakinya pun saya tarik satu-satu berharap semua mengeluarkan bunyi keretak.  

Walau begitu, kakek terkenal sebagai sosok pemarah. Nenek saya adalah orang yang paling sering kena semprot. Nenek yang bawaannya santai selalu kena marah untuk pekerjaan yang seharusnya disegerakan. Sekarang, tidak ada lagi suara berat nan tegas yang biasa terdengar sampai halaman. Jika kami saja merindukan semua hal yang pernah kami alami dengan kakek, bagaimana dengan nenek. Pastilah dia merindukan segalanya melebihi kami. Merindukan kekasih sejatinya yang dia kenal sejak tubuhnya masih tegap. Sejak derap langkahnya masih kokoh. 

Bodoh sekali saya pernah begitu terpesona dengan kisah cinta Romeo Juliet atau Laila Majnun. Padahal, kisah cinta sejati jelas terpampang di depan mata. Demi melihat sorot mata nenek yang tidak sebergairah dulu, saya tahu artinya cinta sejati. Di usia senjanya, kebahagiaan menjadi amat sederhana. Saat di mana keluarga berkumpul. Anak, cucu, juga cicitnya di rumah besarnya yang kini lengang.  

Semoga suatu saat Allah mempertemukan nenek kembali dengan kakek. Juga untuk semua para kekasih yang telah lebih dulu ditinggal. Aamiin.   
          


Comments