Inspirasi Sosok Jokowi

Sepagi ini, aktifitas yang paling menyenangkan saat browsing tentu saja membaca berita terbaru dari dua situs (yang sejauh ini masih) kepercayaan saya untuk mengakses berita online tempo.co dan kompas.com. Dua situs ini termasuk raksasa media informasi di Indonesia yang berumur tua dan media informasi yang tidak digawangi oleh tokoh politik Indonesia. Otomtasis, berita masih cukup berimbang, cover both side, dan bisa dibilang cukup netral, termasuk di dalamnya berita tentang Gubernur DKI Jowo Widodo yang belakangan dijuluki sebagai “media and society darling”. Kedua media ini sama-sama memiliki satu page khusus yang membahas mengenai sepak terjang Jokowi, sapaan akrabnya, dan juga Ahok, tentu saja.


Tak pernah seharipun kedua media ini absen memberitakan sang gubernur. Bahkan pernah suatu kali, secara khusus wartawan kompas.com membuat berita mengenai moment-moment lucu yang pernah dialami Jokowi sejak dirinya menjabat sebagai Walikota Surakarta sampai Gubernur DKI Jakarta. Untuk pagi ini, berita unik lainnya muncul dari seorang Jokowi. Berita diberi tajuk yang sangat menyegarkan dan mengundang seulas senyum “Jokowi Main Kuda-kudaan Bareng Anak Jalanan di Dufan” dilengkapi dengan foto yang menggambarkan sosok gubernur tengah tersenyum lebar (baca beritanya di sini ) di atas kereta kuda.  

Berita di atas melengkapi track record Jokowi yang masih mungkin bertambah. Bagaimana tidak, ditengah kebobrokan karakter pemimpin di Indonesia yang satu persatu diseragami rompi orange bertuliskan “tahanan KPK”, Jokowi (dan ahok) hadir bak ilmuwan yang siap mematahkan teori bahwa Indonesia di gerbang kehancuran karna tangan pemimpinnya yang egois. Kebiasaannya menangani masalah masyarakat dengan langsung berkomunikasi dengan masyarakat itu sendiri terbilang salah satu metode yang saat ini “mahal”. Jikapun itu dilakukan, sudah pasti itu dilakukan pada masa kampanye. Saat para calon rakyat berlomba-lomba menarik simpati konstituennya. Tapi, tidak dengan Jokowi. Keseriusannya menjadi pemimpin bahkan dia tunjukkan sampai pada hal paling sederhana. Seperti bermain kuda-kudaan di Dufan pada Hari Anak Nasional tingkat provinsi 22 Agustus 2013 lalu.        

Blow up media mengenai sosok Jokowi yang hampir seluruhnya memberitakan gebrakan Jokowi menarik simpati masyarakat Indonesia. Fenomena sederhana ini bisa dibuktikan dari komentar-komentar para pembaca berita. Diantaranya bahkan meminta Jokowi untuk jadi gubernurnya. Saya pribadi pernah secara sengaja menanyakan kinerja Jokowi pada seorang Supir Taxi di Jakarta dua bulan lalu. Jawabannya “Jokowi bagus mbk, acara ulang tahun Jakarta aja sekarang dibagi-bagi, puaslah sama hasilnya. Semoga terus seperti itu”, kata si supir yang saya aminkan.  

Ini bukan mengenai betapa hebatnya Jokowi diantara pemimpin lainnya. Nyatanya, Jokowi bukan satu-satunya anak bangsa yang punya kesungguhan membenahi Indonesia. Ada banyak anak bangsa lainnya yang kebetulan tidak ter blow up media. Sosok-sosok lainnya sering kita temui dalam salah satu acara talk show, seperti Kick Andy. Hanya saja, keberadaan Jokowi yang terpantau penuh oleh media sejatinya memiliki keuntungan pribadi. Inspirasi positif sosok Jokowi.

Melalui sosok Jokowi, masyarakat kita tengah disodorkan pada sebuah harapan. Membangunkan masyarakat dari tidur panjang keapatisan pada pemerintah bahwa masih ada sosok bangsa yang patut didukung untuk kelak memimpin negara. Minimal kehadiran sosok Jokowi menginspirasi kita untuk meneladani dan menjadikannya contoh nyata bagaimana menjadi pemimpin dimanapun, sekalipun itu di komunitas paling kecil yang kita pimpin. Semakin banyak nilai positif yang diadopsi, semakin banyak kebaikan tersebar yang secara tidak sadar akan membangun karakter siapapun yang tersentuh dengan ide keteladanan ini. Tentu saja semua disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan budaya dimana kita memimpin.

Jika satu saja orang seperti Jokowi mampu membenahi Jakarta, bayangkan apa jadinya jika ada seribu karakter Jokowi di negara ini. Indonesia akan terbebas dari ketimpangan sosialnya yang terkenal dan mungkin terbebas dari label “negara berkembang”. Tidak perlu kita menggantungkan harapan besar agar Jokowi menjadi presiden (itu hak Jokowi untuk menentukan), karna sejatinya lingkungan kita adalah tanggung jawab setiap diri kita yang berada di dalamnya.

Andalusia, 24 Agustus 2013 (Mancasan, Wirobrajan)  

Comments