Cerita Akhir Pekan : Danau Buatan di Tengah Alaminya Bukit

Cerita ini berawal dari sebuah foto profile milik teman saya yang latar belakangnya danau. Ketika saya tanya, dia bilang itu foto dia di Waduk Sermo. Wait, sepertinya saya pernah dengar nama waduk itu. Saya tanya lebih jauh, teman saya malah promosi ngajakin saya. Dan bikin saya angguk-angguk penuh semangat waktu dia bilang "sunset-nya bagus mid". Okey well, singkat cerita, kita sepakat untuk merealisasikan rencana yang sempat tertunda ini Sabtu pagi tadi. Kami setuju untuk mengejar sunrise di Waduk Sermo dengan berangkat jam 5 subuh. Gelap masih langit pagi tadi, waktu kami berangkat dengan sepeda motor tua yang sempat saya ragukan kemampuannya membelah Jalan Wates dengan kecepatan 20 menit harus sampai titik point pertemuan. Alhamdulillah, walau terbatuk-batuk, motor itu tiba di titik point lebih cepat dari perkiraan.



Saya dan Popi adik saya berhenti di spot yang cocok untuk menunggu kehadiran teman. Saat saya lihat samar-samar cahaya kuning mulai memancar di ujung timur, saya mulai kehilangan kesabaran. Sempat terpikir untuk putar balik kembali ke rumah, akhirnya saya dan Popi setuju tetap berangkat ke Waduk Sermo tanpa teman saya yang belum juga memberi kabar. Sebentar-sebentar kami berhenti menanyakan rute menuju ke waduk sambil terus menatap matahari yang mengikuti kami di belakang. Semakin lama cahayanya semakin jelas. Saya terus saja mengomel sepanjang jalan, apalagi saat matahari menampakkan bentuknya yang bulat sempurna. Keluhanku semakin sering keluar.


Keluhan mulai berkurang saat kami memasuki jalananan menanjak dengan pepohonan di samping kanan kiri. Udara sejuk menusuk-nusuk membuat kami menggigil di atas motor yang kami kendarai secepat mungkin (sesuai dengan kemampuan motornya). Saat kami tiba di jalan menanjak yang menuju langsung ke waduk, semua keluhan menguap lenyap. Waduk yang konon dibangun di atas perkampungan itu menampung berkubik-kubik air yang tenang. Dikelilingi bukit-bukit. Sekilas saya ingat Situ Patengan di Bandung. Seperti situ itu, waduk ini berada di antara pegunungan yang tidak seberapa tinggi. Walau lebih sejuk di Situ Patengan, Waduk ini menawarkan suasana lain. Suasana sepi. Menurut teman saya, waduk ini ramai saat sore. Banyak pengunjung yang sengaja datang ke sini untuk menghabiskan akhir pekan. Ada juga yang sekedar hunting foto. Memang cocok untuk ambil gambar, apalagi waduk dengan latar belakang bukitnya. Rasanya waduk ini seperti danau alami bukan buatan.



Mungkin pihak pengelola mulai menyadari potensi wisata di Waduk Sermo. Cottage mini yang dulu gratis, sekarang dikenakan biaya. Motor boat yang dulu tidak ada sekarang bertengger di dermaga mini buatan pengelola. Ada juga perahu tradisional yang bisa digunakan. Setiap orang yang ingin mengelilingi danau dengan boat atau perahu akan dikenakan biaya 6000/orang. Tidak lupa, pengunjung juga dikenakan biaya parkir. Kalau di kalkulasikan paling kita cukup mengeluarkan sebesar 20.000 rupiah untuk setiap kunjungan. Bagi kita yang tujuannya hanya sekedar menikmati pemandangan tidak perlu mengeluarkan uang sepeserpun karna ada banyak spot-spot yang tidak dikenakan biaya. Bagi yang belum pernah ke sana, perjalanannya dari Yogyakarta wilayah kota akan menghabiskan waktu sekitar 1.5 jam aja. Bisa kurang kalau motornya dipacu banter. Kekurangan tempat ini hanya satu. Belum banyak penjual penganan. Jadi, bagi yang senang ngemil sebaiknya memang bawa bekal, atau mampir ke toko makanan di sekitar alun-alun Kulon Progo.


Walaupun tadi pagi saya gagal mengejar sunrise, saya puas dengan kesejukkan udaranya. Saya puas dengan pemandangannya dan saya puas karna tadi pagi sepi sekali. Walau itu hari Sabtu. Jelas sekali bahwa tidak ada orang yang nekat mau mengejar sunrise dengan membelah jalanan yang di kelilingi pohon-pohon khas pegunungan dengan pencahayaan yang minim. Diam-diam saya bersyukur tiba di waduk ini saat matahari sudah muncul. :D



Comments