Setelah
saya join sebagai tim peramai dalam kegiatan kampanye #SuaraAnak saya jadi
bertanya-tanya, sebenarnya apa yang membuat saya tertarik untuk ikut kegiatan
tersebut. Alasan paling sederhana dan sekaligus sulit untuk diterjemahkan dalam
bentuk fisik adalah “ingin bermanfaat” :D. Tapi kemudian alasan yang lebih
egois datang lagi. Alasan egois saya bukan karna saya punya anak yang ingin
saya besarkan dengan metode terbaik (jelas, nikah aja belum apalagi momong
anak), alasan egoisnya adalah karna saya dulu pernah jadi bocah dan sebagai
orang yang tidak akademis, dituntut untuk menjadi anak pintar yang cenderung
diterjemahkan dalam deretan angka tertinggi atau abjad paling awal benar-benar
sesuatu penindasan yang sangat menguras kepribadian saya. Saya yang menyenangi
kegiatan membaca dan menulis mau tidak mau harus terfokus pada semua mata
pelajaran yang harus dapat nilai A atau rata-rata 8 itu untuk bisa masuk ke
jenjang berikutnya.
Kenangan itu cukup membuat saya berpikir…..,
Okey, okey,
saya tahu argumentasi ini tidak begitu baik. Saya faham, menurut kakak saya
saya tidak boleh pilih kasih pada mata pelajaran karna seperti pelajaran
sejarah, matematika juga ada dalam kehidupan sehari-hari kita. Dan, kata dia
lagi semua saling berkaitan. Permasalahannya adalah, selama saya sekolah saya
diajarkan semua mata pelajaran sebagai elemen yang satu sama lain saling
terpisah. Itulah yang sempat membuat saya jengah. Belum lagi saya punya harapan
membahagiakan orang tua saya yang naasnya juga acuh tak acuh dengan sistem
belajar saya. Tuntutan demi tuntutan yang menguras itu akhirnya bisa saya tebus
saat saya kelas 5 dan 6 SD. Walau begitu, saya tidak bangga dengan pencapaian saya. Itu karna untuk mata pelajaran matematika
saya memohon teman jenius saya duduk di samping saya.
Kenangan itu cukup membuat saya berpikir…..,
HEI !!!
Lihat,
tidak hanya saya, semua anak Indonesia sedang dipaksa sistem untuk
berkonsentrasi pada hasil tanpa memperdulikan proses yang dijalankan setiap
anak. Anak akan mendapat penghakiman saat mereka tidak mahir dalam bidang keilmuan tertentu. Dan tidak
sedikit yang berakhir minder karna tidak diterima di sekolah favorit. Anak kita tidak
dihargai sebagai sosok yang lahir dengan potensi masing-masing. Dan sejak saya berkunjung
ke website Suara Anak, saya semakin tahu anak-anak kita perlu dukungan
untuk tumbuh dan besar menjadi diri mereka sendiri.
Walau tidak
punya anak, saya memperhatikan potensi anak pada keponakan-keponakan saya.
Diantara keempat keponakan, saya paling sering berinteraksi dengn bocah ini.
Dua yang lebih tua tinggal di perantauan, dan yang paling kecil jarang di
rumah. Nah, beberapa kali bertemu saya berusaha menjadi tante yang baik baginya
(sekaligus jahil sieh). Sering kami bercengkrama dan dia paling senang diajak
bepergian. Dalam banyak kesempatan, saya sering ajak dia pergi. Saat di rumah,
dia selalu menunjukan kecerdasan khas anak-anaknya. Suatu kali di bulan puasa,
kita duduk bersantai di kebun kecil depan rumah. Di sana ada 3 buah pohon bunga
sepatu yang bunganya merekah menghadap ke tanah. Kuning gradasi putih dengan
daun lebar.
Saya
memancing pengetahuan keponakan saya tanpa sebelumnya menggali setidaknya di
Wikipedia seputar bunga sepatu.
Saya :
Adek, terang teu itu kembang naon…?? (Adek, tahu gak itu bunga apa?)
Uga : Teu
bi mida, kembang naon kituh…?? (enggak bi mida, emang bunga apa?). Sambil asyik
memainkan tanah dengan ranting yang dia temui di taman.
Saya : Ieu
namina kembang sapatu… (ini namanya bunga sepatu)
Uga :
Sapatuna mana bi mida? (Sepatunya mana bi mida) katanya polos sekaligus penuh
minat
Saya : nya
teu nganggo sapatu adek, emang namina kembang sapatu (iyah gak pake sepatu
adek, namanya memang bunga sepatu)
Sumpah,
saya sambil tertawa terbahak-bahak merasa bahwa saya adalah orang terbodoh saat
itu. Dan jelas itu jawaban bodoh karna keponakan saya hanya membalas dengan ooo
yang menunjukkan ketidakpuasan atas jawabannya.
Di
kesempatan lain saya pernah menggodanya. Saat itu gigi depan keponakan saya
ompong semua. Sama, kali ini di bulan puasa juga. Kami sedang duduk-duduk di
bawah pohon mangga samping rumah sementara keponakan saya sedang main air pakai
selang yang biasa digunakan kakeknya untuk siram tanaman. Saya berusaha
menakut-nakutinya.
Saya : Iii,
adek ompong sadayana. Kumaha mun waosna teu jadi deui? (iih adek ompong semua,
gimana kalo giginya gak tumbuh lagi)
Uga : Wios
we, moal da. Bakal jadi deui (Biarin aja, enggak kok. Ntar tumbuh lagi)
Saya :
Henteu, tiasa jadi deui kumaha (enggak, bisa tumbuh lagi gimana)
Uga :
Tiasa, mun henteu jadi deui kari di cebor ( bisa, kalo gak tumbuh lagi tinggal
di siram)
Katanya
sambil nyodorin selang yang mengeluarkan air…. :D
Untuk
kesekian kalinya saya dibuat terpana. Dia dengan sederhana menganalogikan
giginya sebagai tanaman samping rumah yang dengan mudah tumbuh kalau disiram
air. Dia memang benar, giginya akan tumbuh walau ada sedikit fakta yang harus
diluruskan. Apapun itu, anak kecil adalah sosok-sosok yang senang berimajinasi.
Dan sebenarnya bukan anak kecil saja. Memangnya J.K. Rowling itu anak kecil?
Dia adalah emak-emak yang memiliki imajinasi tingkat tinggi sampai mampu
melahirkan karya. Berkat si kecil Harry Potter juga dia berhasil memuncaki
rangking sebagaing perempuan terkaya.
Syahdan,
J.K. Rowling memiliki ruangnya untuk menuangkan imajinasi. Bagaimana dengan
anak-anak kita?
#SuaraAnak
adalah salah satu ruang yang tepat untuk anak-anak kita menuangkan potensinya.
Mereka bisa bersuara atas keinginan dan kemampuannya. Tidak ada tekanan untuk
menjadi hebat berdasarkan ukuran orang-orang yang lahir dari sistem pendidikan
berorientasi hasil. Merke bebas menjadi diri mereka sendiri. Dan sekelumit
kisah itu adalah keseluruhan motivasi saya ikut kampanye ini. Untuk saya, yang
juga riweuh dengan urusan lain tawaran dari program ini untuk menggunakan media
sosial untuk menyuarakan kegiatan cukup memudahkan. Saya tidak dituntut untuk
ikut menggerakan hal-hal di luar kapasitas saya. Dan karna kegiatan ini
berorientasi proses, saya cukup terus menyuarakannya. Mau bergabung jadi relawan di kegiatan Suara Anak ?
Bisa banget,
cukup cek websitenya. Kita bisa memilih cara untuk berkontribusi. Ada banyak caranya. Kita bisa menjadi penyebar informasi di manapun atau bahkan kita bisa berdonasi berapapun dengan berkunjung ke situs ini. Masa depan bangsa di tangan #SuaraAnak :)
Comments
Post a Comment