Pagi masih menyisakkan kabut sisa hujan subuh ketika Ratih harus bangun bersegera. Kuliah pagi sungguh penuh godaan dari kasur empuk dan hangatnya selimut. Tapi Ratih kembali mengingat alarm yang sudah satu bulan ini dipancangkan kuat-kuat dibenaknya. Tidak ada lagi kata leha-leha. Tidak ada lagi kata terlambat mengikuti kuliah. TIDAK ATAU KAU MENYESAL. Begitu lonceng dalam benaknya berbunyi setiap kali rasa malas menjalar. Apalagi dosen yang satu ini terkenal dengan ketepatan waktunya.
Benar saja, baru saja kaki menjejak tangga Ratih sudah berpapasan dengan Pak Sabar. “Pagi Pak....” sapa Ratih. Pak Sabar mengulum senyum ramah dan mengangguk sambil membalas “Pagi, langsung masuk kita mulai saja kelasnya ya....”.
“Okey teman-teman sekarang kita akan membahas tentang salah satu Perilaku Konsumen. Yaitu Impulse Buying.....” Pak Sabar mulai menerangkan mata kuliah Perilaku Konsumen dengan intonasi datar yang jarang meninggi sesuai dengan namanya. Nampak sabar dan pelan meskipun begitu tetap memberi beberapa penekanan.
“Impulse buying adalah proses pembelian suatu barang, dimana si pembeli tidak mempunyai niatan untuk membeli sebelumnya. Semacam keinginan mendadak seolah-olah mendesak untuk dipenuhi...” Ratih mengangguk-ngangguk mafhum dengan penerangan Pak Sabar. Tiba-tiba sms masuk di inbox HPnya. Ratih langsung melihat nama yang tertera “Mama”. Senyum Ratih terkembang ketika membaca isi pesan dari Sang Bunda tercinta awal bulan penuh semangat, rekeningnya sudah gemuk lagi sampai satu bulan mendatang. Ratih kembali berkonsentrasi mengamati kuliah Pak Sabar.
“Nah, gimana caranya supaya terhindar dari Impulse buying...” Pak Sabar menoleh seorang mahasiswi yang duduk disamping Ratih dengan isyarat meminta jawaban.
“emm, bikin catetan pak kalau belanja trus harus banyak pertimbangan...” jawab Novi mahasiswi yang ditunjuk Pak Sabar sekaligus teman akrab Ratih. Ratih tidak tahan untuk tidak tersenyum menyadari pertanyaan Pak Sabar. Bagaimana tidak, seharusnya Pak Sabar memberi masukan dari perspektif produsen untuk memanfaatkan kondisi Impulse Buying konsumen agar meningkatkan angka penjualan produk bukan mencegah dengan cari solusi untuk konsumen. Tapi Ratih segera membekap mulutnya ketika Pak Sabar memandangnya.
Diakhir kuliah Pak Sabar mewanti-wanti seluruh mahasiswa agar pertemuan selanjutnya sudah membawa buku referensi untuk mata kuliahnya. Ratihpun segera menggamit tangan Novi
“Yuuk sekarang..., Mama tadi pagi udah kirim uang. Banyak banget yang harus dibeli” Ratih menerangkan panjang lebar . “Okey beli buku kuliahnya Pak Sabar habis belanja sekalian aja ya,...” balas Novi yang teringat pesan Pak Sabar. Merekapun segera tancap gas pergi menuju pusat belanja.
Sudah hampir 1 jam keduanya memutari pusat perbelanjaan. Merekapun memilih duduk sebentar meregangkan otot. Ketika tengah asyik mengamati konter jilbab yang berada pas didepan mereka Ratih tiba-tiba membelalak sambil menjawil lengan Novi....
“Kenapa tih...??.” Novi bingung melihat tingkah Ratih yang mendadak membelalak penuh minat kearah konter jilbab Serba Murah didepan mereka.
“Itu lho Nov, itu.....” ungkap Ratih yang langsung berjalan menuju konter. Begitu sampai Ratih menunjuk sebuab jilbab hitam segi empat dengan hiasan manik-manik mungil yang rapih dan detail dari ujung ke ujung.
“ooo, maksudmu jilbab..., kenapa, mau beli??”
“bagus banget khan Nov, elegan banget. Coba pegang bentar...” Ratih menyerahkan sekantong besar belanjaannya untuk dipegang Novi. Lantas dia menurunkan jilbab dan segera mematut-matutkan diri didepan cermin kotak.
“Gimana..., cocok gak....??”
“Cocok kok, maniknya juga gak banyak. Cocok buat kita yang masih mahasiswa” Tilai Novi diplomatis. Tanpa melihat bandrol harga yang dicap Ratih segera mengambil Jilbab --pandangan pertama--nya tersebut menuju kasir. Ketika Ratih menyerahkan satu lembar uang berwarna biru dan warna abu HPnya memekik diiringi dengan getaran. Dengan segera dia mengangkat telpon dari Tia teman satu kosnya.
“Wassalamu’alaikum, gimana Tia. Ada apa....???”
“Ini pesananmu sudah datang.....” Balas Tia
“Atagfirullah,....” Tiba-tiba wajah ratih redup tanpa ekspresi yang sebelumnya penuh minat. Novi yang sedari tadi duduk bersantai diluar konter heran melihat ekpresi sahabatnya itu.
“Iyah, aku masih diluar. Kamu tunggu ya...” Ratih mengakhiri pembicaraan tanpa semangat. Pandangan Ratih kini tertuju pada jilbab hitam yang sedang dibungkus petugas kasir. Tidak ada lagi minat untuk membeli, apa daya uang sudah masuk laci hitam depan kasir tidak mungkin Ratih mengcancelnya. Dia lupa bahwa seminggu yang lalu pernah memesan kerudung dengan warna yang sama pada Tia. Dan hari ini tepat seminggu setelah memesan Tia membawa pesanannya.
Penyesalan merambat seperti akar menghujam sampai ke hatinya. Dia ingat dengan pertanyaan Pak Sabar pagi tadi tentang solusi Impulse Buying yang ditertawakannya. Bukan Pak Sabar yang keliru, tapi memang kita belum menjadi produsen tapi masih konsumen yang perlu saran agar tidak konsumtif terhadap produk yang tidak dibutuhkan. Betul kata Novi. Harus membawa catatan dan harus penuh pertimbangan jangan tergesa-gesa. Untuk apa dua jilbab sekaligus dengan warna yang sama. Sungguh sia-sia. Rutuk Ratih dalm hatinya.
Begitu keluar konter dengan menenteng keresek kecil Novi menyambutnya dengan pertanyaan yang semakin menimbun penyesalan Ratih. “Kita jadi khan beli bukunya....???”. Ratih tidak bergeming, dia hanya tersenyum lemah sambil berkata....
“Iyah, tapi kamu duluan yang beli. Aku baru ada uang lagi bulan depan...” Novi terbelalak tapi urung bertanya melihat raut wajah Ratih yang redup seketika.
.....fiksi belaka....(Semoga bermanfaat...)
Unires, 4 Rabiulakhir 1432 H/ 9 Maret 2011 M --andaLusia--
Comments
Post a Comment