Awkarin dan Wajah Anti Pahlawan Kita

Sumber : IG

Istilah anti pahlawan saya pinjam dari Jennifer Keishin Armstrong. dia gunakan istilah itu untuk mendefinisikan karakter Rachel dalam serial TV UnReal yang penuh ambisi dan sanggup melakukan apa saja untuk memenuhinya. Mungkin karakter Rachel terlalu dramatis untuk disandingkan dengan Awkarin. Sosok remaja yang belakangan mengundang banyak orang berdebat, mengumpat, lalu mengelus dada. Tapi, Awkarin jelas mewakili karakter anti pahlawan dalam kehidupan sehari-hari kita.

Melalui foto-foto yang diunggah di akun instagramnya, Awkarin memperlihatkan dirinya sebagai sosok abege ekspresif, keninian, dan tentu saja kontroversial. Dari sekian banyak foto, foto-foto berikut paling banyak menuai komentar. Seperti Awkarin berpakaian serba terbuka, merokok, berpesta, memasang tato, dan berciuman dengan sang pacar.

Bagaimana tidak, foto-foto tersebut mewakili seluruh definisi anti pahlawan yang membuat kita jengah dan khawatir dengan nasib generasi remaja di lingkungan kita. Tidak heran jika kemudian hampir sebagian besar pengunjung berkomentar negatif. Tidak aneh juga jika kemudian di foto lain di mana sosok Awkarin dibalut kerudung dengan pakaian serba tertutup berhasil mengundang simpati dan pujian. Inilah wajah pahlawan yang kita harapkan. Awkarin serba tertutup yang selalu dikorelasikan dengan berbagai sifat pahlawan lainnya seperti santun, ramah, dan baik. Karakter-karakter pahlawan itu kita kemas dalam istilah yang sering kita sebut sebagai “budaya ketimuran”. Lucunya, melalui foto serba tertutup yang jumlahnya hanya segelintir itu, Awkarin seolah sedang mengejek kita para pengagum karakter pahlawan bahwa kostum tertutupnya hanyalah kostum. Tidak kurang tidak lebih. Bisa jadi berbanding lurus dengan kostum serba terbukanya. Hanya fashion untuk memenuhi syarat sosok kekinian. Tidak kurang tidak lebih.

Kita tahu, karakter pahlawan dalam konteks budaya ketimuran, khususnya untuk perempuan selalu didefinisikan dalam cara berpakaian dan bertingkah laku. Jika berpakaian, dia harus menutupi bagian-bagian yang dianggap “mengundang”. Itu kenapa perempuan selalu menjadi objek yang tertuduh jika ada kasus pelecehan seksual karena dianggap mengundang dan mengabaikan fakta bahwa banyak perempuan berpakaian tertutup (berjilbab atau tidak) menjadi korban pelecehan. Jika bersikap dia harus santun, sopan, dan baik. Jika dia urakan, suka berkata-kata kotor, dan bahkan berbicara dengan nada tinggi, dia akan akan dicabut dari daftar calon menantu atau istri.

Awkarin hadir menembus batas-batas itu. Apalagi ditambah dengan caci maki dan ucapan kasar yang terlontar dari mulutnya. Tidak hanya kita yang jengah dengan karakter anti pahlawan Awkarin, dalam video pesta kejutan ulang tahun untuk mantan kekasihnya, Awkarin sendiri terjebak dengan konsep anti pahlawan. Itu terlihat ketika secara dramatis Awkarin meminta maaf kepada Gaga si pacar karena dia belum menjadi pasangan ideal untuknya yang dia bahasakan sebagai “perempuan baik-baik.” Lebih jengah lagi karena Awkarin masih remaja dan pacarnya lebih remaja lagi. Setidaknya itu komentar-komentar yang banyak terlontar. Lengkap sudah paket karakter anti pahlawan Awkarin dan kita semakin riuh ikut nimbrung (termasuk saya) yang kemudian terbagi dalam dua kelompok. Lover dan hater. Tentu saja jumlah hater lebih banyak.

Bagi saya, kejengahan kita yang mau tidak mau harus mengaku sebagai kelompok hater membuat kita melupakan satu pertanyaan “kenapa?”. Kenapa Awkarin yang peraih nilai UN tertinggi itu bisa menembus batas dari pahlawan menjadi anti pahlawan? Perjalanan panjang apa yang membuatnya memilih jalan kontroversi. Bagaimanapun, Awkarin telah membuktikan bahwa tidak mudah memilih karakter anti pahlawan. Akan ada gerombolan hater yang menuduhnya sebagai perusak moral generasi.

Pakar gender Lies Marcoes dalam sebuah seminar menyampaikan bahwa di Indonesia, kelompok remaja adalah generasi yang hal-haknya paling diabaikan. Suaranya tidak pernah di dengar. Bayangkan jika remaja yang suaranya tidak didengar itu adalah kita. Masa pubertas, peralihan dari masa anak menuju remaja, dan dengan hormon yang siap tumpah tapi tidak ada media yang siap menampungnya selain kawan sebaya. Maka tidak heran jika banyak remaja yang mengambil jalan anti pahlawana seperti Awkarin yang belakangan berseliweran di laman media sosial.  

Saya belajar menyelami dunia remaja sekitar 3 tahun ketika menjadi pendamping mahasiswa baru. Awalnya, saya melakukan pendekatan keras dan selalu mendisiplinkan mereka dengan paksa. Hasilnya, mereka justru semakin tertutup dan tidak kooperatip dengan kegiatan-kegiatan yang telah disusun. Tahun berikutnya, dengan mahasiswa baru lainnya saya mulai mencoba strategi baru. Sejak awal saya menceburkan diri ke dunia mereka (tidak sepenuhnya). Ketika si a amat mengidolakan artis K-Pop maka saya mulai mendengar lagu-lagu itu dan akhirnya ikutan suka. Lainnya suka nonton film horor. Dan saya memilih ikutan walau sepanjang film saya menutup mata dan saya jadi objek bully mereka. Dan salah satu yang mereka senangi adalah ketika saya ajak nonton ke bioskop atau ngobrol hal remeh temeh mulai dari curhat tentang pacar sampai komik Naruto.

Saya tidak bilang apa yang saya lakukan itu baik apalagi sempurna tapi ada hal-hal yang saya temukan setelah saya bisa berbaur ke dunia mereka. Mereka ingin didengar, diakui eksistensi mereka sebagai bagian dari struktur sosial, bahwa apa yang mereka kerjakan saat ini penting bagi mereka dan jalan yang mereka pilih sungguh tidak mudah. Ini yang saya bilang kenapa? Sebelum kita riuh dan bergabung dalam kelompok hater (yang justru membuat kita sendiri sebagai sosok anti pahlawan) mungkin ada banyak pertanyaan kenapa yang harus terlontar. Mencari tahu alasan-alasan di baliknya. Apakah Awkarin nyaman dengan pilihannya karena tho ketika dia meminta maaf pada Gaga, kita tahu Awkarin tidak sepenuhnya menikmati jalan yang dipilhnya.




Comments