Telepon Genggam dan Betapa Asingnya Orang Terdekat Kita



Tujuh sahabat karib mengadakan makan malam bersama. Atas ide Eva, —si nyonya rumah— selama makan malam ketujuhnya bersepakat melakukan sebuah permainan, di mana setiap orang harus meletakkan telepon genggam di atas meja. Pesan atau telepon apapun yang masuk akan diperdengarkan secara terbuka. Ide muncul setelah percakapan panjang tentang relasi dan kepercayaan. Untuk menguji kedua hal tersebut, mereka sepakat dengan permainan telepon genggam yang Eva sebut sebagai “The Black Box of Life”.

Dari permainan inilah rahasia setiap individu mulai terbongkar. Mulai dari Eva yang diam-diam berencana melakukan operasi memperbesar payudara, Rocco yang berbagi rahasia dengan sang putri tanpa mengenai perilaku sang isteri, Carlotta yang intensif mencari panti jompo untuk ibu mertua tanpa sepengetahuan suami, Bianca yang menjalin persahabatan dengan mantan, Lele yang rutin menerima foto sensual dari rekan kerja, hingga Peppe yang ternyata gay. Puncaknya terjadi ketika Cosimo mengangkat telepon dari Marika, rekan kerjanya yang mengandung anak Cosimo. Kabar tersebut membuat Bianca terguncang dan memuntahkan setiap makanan yang sebelumnya dilahap penuh nikmat.

Setiap rahasia yang terbongkar menyadarkan mereka bahwa orang-orang terdekat mereka, bahkan pasangan mereka sendiri memiliki rahasia yang mengguncangkan rasa sayang dan percaya yang selama ini tercurah. Ketujuhnya menyaksikan betapa asing orang-orang yang hampir setiap hari bertemu dan beraktifitas bersama. Dan keasingan itu tersimpan dalam sebuah benda bernama telepon genggam.

Film berjudul Perfetti sconosciuti (Perfect Stranger) ini digarap oleh Paolo Genovese secara cerdik dan tidak muluk-muluk. Adegan 90% dilakukan di meja makan dan sekitarnya. Alih-alih membosankan, pembatasan ruang adegan ini justru berhasil menyajikan tontonan menegangkan di mana satu momen akrab bernama makan malam berhasil meruntuhkan relasi yang dibangun bertahun-tahun. Dan Paolo Genovese memanfaatkan telepon genggam sebagai pemicunya.

Telepon genggam yang sudah bertranformasi menjadi salah satu benda paling pribadi telah menggantikan diary yang menyimpan rahasia terdalam seseorang. Mulai dari hal yang dianggap paling baik hingga yang dianggap paling buruk dan telah menjadi alat yang gagal menguji keutuhan relasi ketujuh sahabat dalam film tersebut. Sayangnya, di akhir adegan kita dikejutkan dengan kenyataan bahwa permainan telepon genggam itu ternyata tidak terjadi sama sekali. 

Paolo Genovese melalui tokoh Rocco menyampaikan bahwa manusia sudah rentan tanpa perlu membongkar setiap rahasia dalam telepon genggamnya. Ini seperti antiklimaks. Ketika kita berharap terbukanya rahasia akan jadi sebuah awal baru relasi manusia yang didasari kejujuran, Genovese justru menekankan bahwa selamanya, akan selalu ada hal yang tidak kita ketahui dari seseorang. Sekalipun itu orang terdekat kita tanpa peduli apapun kotak hitamnya.

Comments