Hikmah Dari Kuburan Kecoak

Koleksi pribadi


Judul asli : Lessons from Coackroach Graveyard
Ekspresi (Volume Tiga, 1991)
Oleh : Charles Deemer
(Terjamahan lepas ini telah mendapat izin pengerjaan dan publikasi dari penulis)
SEMAKIN aku tua, semakin aku sulit memahami perempuan. Misalnya kesadaran mereka terhadap suatu sebab dan akibat. Suatu hari, aku sedang membuka kaleng bir di dapur sambil menyiapkan hidangan. Ketika itu, seekor kecoak merayap di dinding dekat keran. Aku melihatnya, tapi untuk sesaat aku tidak melakukan apapun karena kecoak itu masih merayap dekat keran untuk bisa aku sergap – satu gerakan saja, kecoak itu akan berlari memasuki pipa. Aku tahu ini karena pernah mencobanya. Sebuah sebab dan akibat. Dan Maggie juga berada di situ saat aku mencobanya. Dia menjerit seolah-olah melihat tikus berukuran 10 pound.
Sore ini, dia tidak menjerit. Ketika dia melihat seekor kecoak, dia berujar, “Kamu membiarkannya dengan sengaja kan?”
“Apa?” kataku.
“Ya tuhan! Kau tahu apa yang aku maksud.”
Meskipun aku memunggunginya, aku bisa merasakan Maggie bergerak perlahan menuju kulkas, mengambil kaleng Raid di atasnya. Aku membeli Raid karena puisi Lew Welch yang menulis “Raid Kills Bugs Dead!” Aku menyesap birku pelan-pelan, berpaling sedikit, lalu bersendawa.
"Ahhhh!" Maggie menjerit, melompat ke depan seperti lebah marah, menyemprotkan Raid padaku dan kecoak. Aku tidak yakin, di antara kami berdua siapa target utamanya. Aku mengumpat dan keluar dari dapur sambil membawa birku.
Beberapa menit kemudian, Maggie menghampiriku di ruang studio. Dia terlihat kelelahan. Maggie adalah keturunan Gipsi dari Mediterania yang berkulit gelap, tapi bangga menjadi seorang Irlandia dan tidak suka setiap kali aku membicarakan tengtang kaum Gipsi.
"Berhasil?" tanyaku.
"Jantan itu lari ke dalam pipa." Dia selalu mengacu kecoak dalam wujud maskulin.
Aku gagal memahaminya. Akankah botol birku menghantam atap jika aku jatuhkan? Apakah perempuan mengerti sesuatu?

MAKAN malam sore itu berlangsung biasa saja. Kami tinggal bersama hampir tiga tahun dan selama dua tahun terakhir, kami berhenti membicarakan pernikahan. Kami masih berhubungan, merupakan satu-satunya hal yang kami pertahankan.
Aku meminum bir dan Maggie sudah menuangkan lagi segelas Chablis. Kami memandang diam layar hitam putih televisi yang menayangkan pertunjukan penuh skandal dan pergunjingan.
Pikiranku melayang, mencoba mengingat baris penutup puisi “Chicago Poem” karya Lew Welch yang belakangan menghampiri kepalaku. Aku sudah tidak memiliki kumpulan puisi Lew. Aku bertemu Maggie tiga tahun lalu setelah perceraian yang buruk and sejak itu telah melakukan beberapa perjalanan. Sambil terus mengingat barisan puisi, aku tidak melihat seekor kecoak pun merayap. Tapi Maggie melihatnya. Matanya seperti Elang. Tiba-tiba dia melemparkan gelasnya ke dinding dan melompat.
"Astaga! apa yang terjadi denganmu?" Tanyaku.
"Kau membuatku gila!, Kau pura-pura tidak melihatnya!"
"Melihat apa?"
"Di atas layar!"
Maggie lantas pergi mengambil botol Raid, ketika aku melihat bercak gelap bergerak melewati pinggang seorang perempuan di layar tivi. Awalnya aku kebingungan, membayangkan tayangan apa yang terlewat, tapi kemudian aku mengerti tayangan itu adalah iklan Maidenform.
Maggie adalah pemburu kecoak yang mubadzir, dia menyemprotkan Raid meskipun jarak dia berdiri dengan layar masih sejauh enam kaki. Bukan hanya membuang-buang Raid, tapi dia juga menakuti kecoak yang justru merayap ke bawah mencoba melarikan diri melalui panel. Tetapi kemudian Maggie berhasil mendekati si kecoak dan menyemprotnya seperti orang gila. Ruangan lantas dipenuhi cairan Raid.
"Baik, sudah cukup!" teriakku sambil beridi. "Kamu tidak perlu membuang-buang seluruh cairan untuk satu ekor kecoak."
Maggie berhenti menyemprot lalu berbalik kepadaku. Seperti seorang ayah yang untuk pertama kali mengajarkan anak lelakinya bermain softball, dengan pelan dia lemparkan kaleng Raid kepadaku. Dia lalu mengambil jaket dan pergi.
Aku kembali meminum bir, duduk, memandang televisi dan mencoba mengingat puisi Welch “Chicago Poem” yang luar biasa. Tentang penolakan Welch untuk terus berkontribusi pada kekacauan Chicago. Tetapi aku gagal mengingat paragrafnya.

AKU sedang berbaring di ranjang saat Maggie pulang. Dia mengajak temannya, Martha untuk membantunya pindah. Awalnya aku berpura-pura tidur. Aku sungguh tidak kaget, aku hanya marah dengan cara dan waktu yang dipilihnya. Aku menjaga mataku tetap tertutup dan mendengarkan gerak-gerik mereka saat mengumpulkan barang milik Maggie. Mengambil berbagai bumbu miliknya di dapur dan memilah-milah barang lainnya yang berceceran.
Kemudian keheningan membuatku bingung. Aku berguling menghadap dinding, membuka mata dan melihat seekor kecoak berjarak dua kaki dari hidungku. Pelan-pelan aku kembali berguling dan beranjak menemui Maggie.
Martha segera berdiri dan bekata pada Maggie, “aku akan menunggu di mobil.” Martha berjalan pergi sambil memandangku tajam. Aku duduk dan Maggie menuangkan segelas anggur.
“Maafkan aku, aku hanya sudah tidak sanggup lagi.”
“Tidak sanggup apa?”
“Oh Raymond”
“Kau bisa memperingatkanku sebelumnya.” Ujarku.
“Aku tidak percaya kamu tidak menduga ini akan terjadi.”
“Kita bisa membicarakannya.”
“Kamu tidak berbicara, itu bagian masalahnya. Mungkin itu masalah utamanya. Kamu berhenti bicara sejak kamu berhenti bermain.”
Aku bermain gitar untuk genre Jazz, dan sudah sangat terbiasa dengan itu. Segalanya meninggalkanku setahun setelah aku bercerai. Kamu tidak perlu menjelaskan hal-hal tersebut, kamu hanya membiarkannya begitu saja terjadi.
“Satu tahun terakhir ini, bahkan lebih, kita terus berjalan di tempat,” ujar Maggie. “Aku butuh lebih dari ini. Dan kamu juga.”
“Jangan katakan padaku apa yang aku butuhkan,” gumamku
"Apa?"
"Tidak ada."
Maggie meminum anggurnya dan berdiri. Berjalan ke arah pintu.
 "Bagaimana jika kita mencoba berbicara lagi?" Tanyaku.
Dia berbalik dan berkata, “Oh Raymond,” lalu kembali berjalan menuju pintu. Aku berdiri dan mengikutinya.
Saat dia membuka pintu aku berkata, “Aku tidak pernah mengerti. Aku tidak memahamimu. Tidak ada tanda-tanda apapun.” Maggie lantas berbalik, mencoba kembali bicara tetapi berhenti. Dia memandang dinding dekat pintu di mana seekor kecoak yang baru saja aku lihat tengah merayap di atas lantai.
Ketika aku mengerti apa yang sedang terjadi, aku lantas berkata, “Mau aku ambilkan Raid? Untuk semprotan terakhir?”
“Ini tidak lucu. Semua ini berat untukku sama seperti untukmu.”
“Benarkah?"
“Tentu saja!”
Aku merasa bersalah membuatnya marah. Maggie mengambil nafas dalam, mulai beranjak, tapi berubah pikiran. Dia melangkah kembali ke dalam ruangan.
"Aku tidak tahu apa yang akan kau lakukan dengan kecoak-kecoak itu,” katanya. “Tapi aku tahu apa yang akan aku lakukan. Aku cukup pergi dari sini. Mungkin sebagian dari kecoak itu akan mati jika aku tidak berada di sekitar sini, memberinya makan. Lew Welch, kau ingat?"
Aku mengoreksi ungkapan dari puisi berjudul Chicago itu dengan berujar, “Mungkin sebagian kecil dari mereka akan mati. Sebagian kecil.”
“Selamat tinggal Raymond.” Maggie berbalik dan menutup pintu dengan pelan.
Aku memandang dinding. Seekor kecoak masih menempel di tempat yang sama seolah menantangku mengambil kaleng Raid.

KAMI membuat kesepakatan tak tertulis. Antara para kecoak dan aku. Aku menyembunyikan Raid, dan mereka tidak pernah muncul sesering biasanya. Aku bahkan mulai mengagumi mereka. Aku pernah membaca di suatu tempat bahwa gerombolan kecoak adalah satu-satunya makhluk yang akan selamat dalam perang nuklir. Seorang pria bisa memiliki teladan terburuk jika dia tertarik untuk bertahan hidup.
Dua pekan kemudian, aku bertemu dengan Maggie di sebuah bar. Dia bersandar pada meja kecil, dan mengerling pada pria yang berpakaian seperti seorang bankir. Aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak menghampiri mereka. “Wah, lihat siapa ini,” Kataku.
Maggie berdiri kaku. “Hai Raymond,” sapanya. “Harold, kenalkan ini Raymond.”
“Hai Harry!”
Maggie memberikan senyuman yang mengisyaratkan “pergi!” Aku mengambil kursi dari sebuah meja tetapi sebelum aku duduk, sesuatu yang menakjubkan terjadi. Maggie mengeluarkan Raid dari tas dan mengarahkannya padaku. Aku lantas tertawa tapi kemudian dia menyemprotkan Raid itu tepat padaku.
Aku berkedip dan melangkah siap mengambil Raid darinya. Lelaki bankir, Harold segera berdiri, siap melindungi Maggie.
“Kamu tidak bisa berbuat seperti itu padaku,” kataku pada Maggie.
“Raymond, bahkan kamu membawa kecoak itu di pakainmu. Lihat, sekarang dia mati di atas meja.”
Tentu saja, seekor kecoak terkapar di samping asbak. Aku memandang Maggie yang terlihat menahan tangis. Aku berbalik lalu pergi.

SEKARANG aku berperang sekuat tenaga. Aku mengeluh pada pengelola dan mengatakan padanya jika dia tidak menyemprot bangunan aku akan pindah. Ancaman itu hanya gertakan belaka karena tidak ada studio lain yang murah di tengah kota.
Jadi aku melakukan semuanya sendirian. Aku dan Welch. Aku membeli berkaleng-kaleng Raid dan mulai menangkap kecoak-kecoak. Aku menggunakan bandana merah untuk menutupi sebagian wajahku, tampak seperti perampok bank. Menyemprotkan cairan ke belakang kulkas, di bawah wastafel, pipa-pipa, sekitar toilet dan bak mandi.
Semakin sering aku berikan semprotan, semakin banyak kecoak keluar dari sarang. Sampai akhirnya aku kehabisan cairan Raid. Kemudian aku kehabisan uang.

INI SUNGGUH konyol. Memainkan lagu populer di restoran seafood bersama seorang pianis yang tidak berpengalaman. Bagaimanapun, pertunjukan ini cukup untuk membayar biaya sewa dan membeli Raid. Kemudian pada suatu malam Maggie berkunjung ke restoran. Mengejutkan karena dia sendirian. Tidak mengejutkan karena dia tetap terlihat luar biasa.
Aku mencoba tidak memandanginya. Tetapi ketika istirahat, seorang pelayan koktail berkata bahwa seorang gadis cantik dengan kulit gelap mentraktirku minum.
“Lama tidak bertemu,” kataku pada Maggie
“Yah, sudah cukup lama.”
“Jadi, bagaimana kabarmu?”
“Buruk. Aku merindukanmu.”
Ucapannya mengejutkanku dan hampir saja membuatku tersedak.
“Apakah kamu menerima surat-suratku?" tanyanya.
Ada tiga surat yang dikirimnya, tulisan tangan panjang berisi analisis tentang hubungan kami, kekurangan dan kelebihan, dan permintaan tidak langsung untuk duduk bersama membicarakannya. Aku tidak pernah menjawab surat-surat itu satupun. Aku tidak tahu harus menjawab apa.
Lalu aku menjawab, "tentu saja aku menerima surat-surat darimu.”
"Tidak ada yang ingin kamu katakan?"
Aku mengangkat bahu.
"Aku lupa betapa bagusnya kamu bermain musik.”
Aku tersenyum. "Sungguh, ini memalukan berada di sini."
"Tidak, menurutku berada di sini bagus untukmu. Ini lebih baik daripada tidak bermain sama sekali." Sebenarnya dia benar, tapi aku tidak menanggapinya.
"Aku harus segera kembali bermain,” ujarku dan menenggak habis birku.

SEPANJANG sesi terakhir, aku tidak berhenti menerka-nerka alasan Maggie masih berada di restoran. Apakah dia berusaha untuk mengatakan sesuatu? Mungkin dia sedang bergairah. Kami hampir selalu berhasil mengatasi masalah ini. Tapi ketika pertunjukan selesai, Maggie masih duduk di meja bersamaku.
“Aku rasa dalam keadaan berbeda, kita masih bisa menjadi pribadi baik untuk satu sama lain,” ujarnya.
“Aku tahu bahwa aku mencintaimu.”
Cinta. Apakah aku mencintainya? Orang Yunani memiliki tiga kata untuk cinta, eros, fidelia, dan agape. Sejak awal kita telah memiliki bagian pertama, bagian kedua hampir kami dapatkan di banyak waktu, dan bagian ketiga? Aku tidak yakin jika aku bisa mencintai perempuan seperti aku mencintai musik.
“Aku sudah belajar banyak dengan tinggal sendirian,” katanya. “Aku rasa aku bisa berkompromi untukmu jika kamu bisa melakukannya untukku. Aku sadar betapa penting musik untukmu. Bukan hanya sekedar profesi, tapi sebagai cara kamu berkomunikasi. Kalau ke depan kita bertengkar, aku rasa kamu harus mulai memainkan jazz padaku.”
Aku tertawa dan Maggie menggenggam tanganku. “Bisakah kamu benar-benar berkompromi Raymond? aku rasa aku tidak meminta lebih.”
"Aku tidak pernah mengerti apa sebenarnya yang kamu inginkan?” ujarku mengaku.
"Rasa hormat." Ucapannya. Membuatku tercengang karena selama ini aku selalu menghormatinya.
"Kamu sepertinya terkejut?"
"Ya, tentu saja."
"Aku tidak bisa hidup di dalam gubuk.” Kata Maggie. “Aku terlalu banyak terpengaruh oleh lingkunganku. Aku tahu kamu berpikir hanya tempat itu yang sanggup kita bayar sejak kamu tidak bekerja, tapi kita bisa menghemat dan menyewa tempat yang lebih baik, lebih bersih.”
“Tanpa kecoak? Semoga beruntung. Tidak ada tempat di tengah kota tanpa kecoak.”
"Sebuah tempat yang mereka semprot secara rutin. Kau tahu, penting untuk membersihkan gedung secara terjadwal. Seperti pentingnya membuang sisa makanan sebelum kita mencuci peralatan makan di wastafel. Jika kamu mengabaikan hal kecil seperti itu, sebelum kau sadar semuanya jadi tidak terkendali.”
“Artinya urusan kebersihan adalah pekerjaan utama kita. Kau mengerti apa yang aku maksud?" "Tidak ada satupun di antara kita piawai dalam mengurus rumah."
"Aku tidak berkata ini semua adalah kesalahanmu. Aku berkata bahwa lingkungan bisa mempengaruhi perasaanmu, sikapmu, segalanya. Aku tidak ingin hidup di tempat seperti itu lagi.”
Aku mengaku bahwa aku sudah mencari tempat baru begitu aku menerima bayaran rutin.
"Mungkin kamu bisa pindah ke tempatku,” katanya, “Aku punya satu kamar”
Aku berkata, "Mungkin kita bisa pergi ke sana malam ini,”
Dia meremas tanganku, melepaskannya, dan tersenyum.
"Tidak malam ini, aku tidak ingin kita kembali bersama karena alasan yang salah. Aku mencintaimu Raymond. Aku ingin hubungan kita berjalan. Aku ingin segera duduk bersama dan membicarakan segala kesalahan yang lalu dan penyebabnya.”
"Aku kira kau..." Aku mengakhiri ucapanku dengan mengangkat alis, sebuah isyarat antara kami.
"Tentu saja Raymond, percayalah padaku." Dia berdiri. "Aku tidak tahu apa yang akan kamu lakukan. Tapi aku tahu apa yang akan aku lakukan.”
Dia berdiri mengelilingi meja mendekatiku, membungkuk, dan mencimku.
"Aku akan menghubungimu besok, ya?” katanya.
"Aku akan menunggu."
"Oh, Raymond"
Meskipun ada uang di saku bajuku, aku tidak membeli Raid. Ada sesuatu yang telah berubah setelah pertemuan dengan Maggie. Aku kembali mendengar sebuah melodi. Aku merayakan perubahan ini dengan pergi menggunakan taksi, bukan bus. Aku menuju sebuah hotel dan menyewa kamar. Saat memasuki hotel, seekor kecoak merayap dari lubang pipa kamar mandi. Kamar dalam keadaan gelap dan aku menikmati tidur paling nyenyaku setelah berbulan-bulan.











Comments