Zoom dan Citra Tubuh Sempurna



Judul                   : Zoom (2015)
Sutradara            : Pedro Moretti
Penulis Script     : Matt Hansen
Pemeran             : Gael García Bernal, Alison Pill, Mariana Ximenes
Genre                   : Animasi, Komedi, Drama
Film dibuka dengan menampilkan tokoh Emma. Seorang kartunis yang bekerja di pabrik pembuatan boneka sex. Diam-diam, Emma terobsesi untuk memiliki tampilan fisik seperti boneka-boneka yang diproduksi di pabrik tersebut. Salah satunya ukuran payudara. Komentar tak sedap dari rekan kerjanya semakin meyakinkan Emma untuk operasi, meskipun harganya setara dengan harga sebuah kondominium. Untuk melengkapi obsesinya, Emma bahkan menciptakan karakter pria bernama Edward. Sutradara muda yang ambisius dan tak segan menggunakan tubuhnya untuk masuk ke industry Hollywood. Dari sinilah kita digiring mengikuti alur kisah yang serupa labirin. Semakin lama, semakin rumit. Terutama setelah muncul tokoh lain bernama Michelle. Seorang novelis yang belakangan ternyata adalah pemeran utama dalam film yang sedang digarap Edward. Puncak kerumitannya hadir di menit saat kita tersadar bahwa Michelle sedang menulis kisah perempuan obsesif bernama Emma!.
Dalam Zoom, Emma, Edward, dan Michelle sejatinya hidup dalam realitas yang berbeda satu sama lain. Hal ini telah sejak awal dimunculkan oleh sang sutradara. Hampir sepanjang alur mereka riweuh dengan masalah yang mereka hadapi dalam realitas masing-masing yang hampir tidak saling terkait. Bahkan sinematografi film yang menggabungkan antara nyata dan animasi membuat jurang pemisah antara satu tokoh dengan yang lain semakin nyata. Tapi Pedro Moretti telah dengan ahli membuat penonton terguncang di menit-menit akhir ketika setiap tokoh menyadari bahwa mereka adalah tokoh yang diciptakan oleh satu sama lain. Membuatnya menjadi terlalu dramatis tapi juga kocak. Ini adalah upaya melelahkan sang sutradara dalam mempertemukan setiap tokoh dan adegan ke dalam satu ending yang lagi-lagi terlalu dramatis dan mengoyak logika.
Selain plot dan konsep yang terbilang tak biasa, hal menarik lainnya dari Zoom adalah gagasan dan pesan yang coba disampaikan Pedro Moretti tentang citra tubuh sempurna masyarakat modern. Inilah salah satu pengikat antara satu tokoh dengan tokoh lainnya. Hampir setiap tokoh terjebak dalam obsesi masing-masing mengenai tubuh yang sempurna. Dalam sebuah wawancara, Pedro Moretti bahkan mengaku dengan sengaja menggunakan boneka dalam filmnya. Menurut Pedro, boneka telah secara nyata mewakili obsesi manusia tentang tubuh sempurna dan juga menjadi objek atas obsesi itu. Pendapatnya itu diwakili oleh pria pembeli boneka yang meminta dibuatkan boneka dengan bentuk tubuh sesuai foto mantan istrinya.
Dalam menyampaikan gagasannya, terlihat sekali bahwa Pedro berusaha bersikap bijak, bahwa obsesi akan tubuh sempurna tidak hanya menimpa kaum perempuan tapi juga laki-laki. Misalnya Edward yang kehilangan “pesonanya” setelah Emma tiba-tiba memutuskan memperkecil ukuran penis Edward. Dari sini Edward -yang terlanjur menggunakan tubuhnya untuk berkarir- berusaha mencari cara untuk mengembalikan keadaannya. Membawanya membeli penis buatan yang lagi-lagi dibandrol selangit.

Pedro jelas sedang menyampaikan bahwa obsesi akan tubuh sempurna yang tercitrakan sedemikian rupa saat ini sudah menjadi obsesi sebagian besar masyarakat dari berbagai kalangan. Pesan dan gagasan ini bisa dibilang mendominasi adegan. Saya tidak tahu masyarakat modern di bagian dunia mana yang coba digambarkan oleh Pedro. Hal yang jelas, film ini layak mendapat penghargaan seperti yang sudah diterimanya. Bukan hanya gagasannya tapi sinematografinya sesuai harapan ketika film ini dibuat “fresh”. 

Comments