English Vinglish (2012)


http://www.iaac.us

Shashi adalah tipikal perempuan tradisional India. Sehari-hari ia mengenakan sari dan mengabdikan dirinya sebagai ibu rumah tangga yang mengisi waktu luang untuk berjualan ladoo pada tetangga. Ia sangat menikmati perannya kecuali satu hal. Shashi tidak mahir berbahasa Inggris. Bahasa yang digunakan dalam lingkaran kerja dan pergaulan suami dan anak-anaknya. Saat Shashi salah melafalkan kata jazz, ia harus rela menjadi bahan cemoohan anaknya sendiri. Ini membuat Shashi menyadari bahwa perannya sebagai ibu rumah tangga dan aktifitasnya sebagai penjual ladoo tidak akan pernah dihargai selama ia tidak mahir berbahasa Inggris. Kesempatan untuk mengubah kondisi ini datang ketika Shashi diundang untuk membantu menyiapkan pernikahan keponakannya di New York.

Sebagai film panjang perdana, Gauri Shinde secara mengejutkan berhasil menyajikan English Vinglish dengan baik dan amat layak ditonton. English Vinglish bukan hanya film tentang upaya seorang perempuan agar bisa berbahasa Inggris, tapi juga tentang steretotipe, budaya patriarki, kesetaraan gender, dan nasionalisme. Tema-tema yang tidak asing dalam sinema India, tapi menggunakan aspek bahasa sebagai media utama untuk mengkritik semuanya adalah sesuatu yang segar. Pada saat yang sama, aspek bahasa sebagai cermin kelas sosial di masyarakat adalah hal yang akrab kita temui dan pada satu sisi membatasi ruang sosial seseorang. Kita umumnya menyadari bahwa orang yang mahir berbahasa asing cenderung lebih dihargai dan dianggap lebih baik dari mereka yang hanya menguasai bahasa ibu. Atau, cermin bahasa sebagai kelas sosial bisa dilihat di Yogyakarta. Penutur bahasa Jawa paling halus biasanya keluarga bangsawan seperti keraton dan kerabatnya.

Gauri Shinde sendiri mengungkapkan bahwa ide film ini berdasarkan pengalaman pribadi yang dialami dalam keluarganya. Ibunya sendiri merupakan perempuan yang tergambarkan dalam karakter Shashi dan Gauri adalah anak perempuan yang merasa malu pada fakta ibunya seorang tradisional yang tidak mahir berbahasa Inggris. Ini film yang didedikasikan Gauri untuk sang ibu sekaligus sebagai permintamaafan Gauri atas sikap di masa lalunya.

Memilih Sridevi untuk memerankan karakter Shashi merupakan keputusan tepat. Sebagai pemain lama sinema India, peran-peran yang dimainkan Sridevi di hampir semua filmnya amat lekat dengan citra perempuan tradisional. Terutama era sebelum Kuch-kuch Hota Hai yang membuka era baru industri film India yang lebih ‘modern’. Ditandai misalnya dengan pemilihan lokasi syuting di negara-negara maju seperti Inggris dan Amerika. Di tengah era baru ini, Sridevi cukup merefresentasikan citra perempuan tradisional India yang langkah terjauhnya adalah rumah tetangga pemesan ladoo buatannya. Inilah yang membuat Shashi khawatir luar biasa saat harus pergi sendirian ke New York sebelum disusul suami dan anak-anaknya di hari H pernikahan. Sehari sebelumnya, Shashi gelisah tidak bisa menutup mata.

Beruntung, dalam perjalanan perdananya, ia duduk dengan pria India yang tahu kegagapan Shashi. Membimbing Shashi untuk lebih percaya diri terlepas dari ketidakmampuannya berbahasa Inggris. Pria itu adalah Amitha Batchan, si legenda sinema India yang hadir sebagai simbol nasionalisme India yang percaya diri melalui percakapan sederhana di ruang imigrasi, ‘Saya ke Amerika untuk membantu kalian,’ kata Amitha dengan santai pada petugas imigrasi. ‘Kamu tahu, menghabiskan sedikit dolar untuk memulihkan perekonomian kalian’ pungkasnya.

Cerita selanjutnya terjadi di New York. Shashi yang takjub dan gagap pada modernitas New York yang tak pernah ia temui. Shashi yang diterima baik dan dikenalkan pada hiruk pikuk si apel besar oleh keluarganya. Namun ia tetap merasakan hal yang sama. Ia merasa berada di luar lingkaran ketika keluarganya mulai berbincang dalam bahasa Inggris. Ini tidak pernah terpikirkan, tapi tragedi memalukan yang emosional di sebuah kafe mengantarkan Shashi untuk nekat mengikuti kursus bahasa Inggris secara diam-diam.

Shashi jelas murid yang berbakat dan kritis. Sepanjang belajar, Shashi bergaul dengan orang dari berbagai latar belakang. Koki dari Prancis, supir taksi asal Pakistan, pengasuh bayi orang Meksiko, dan lainnya dengan konflik masing-masing. Membuatnya tahu jika aktifitas berjualan ladoo yang dikerjakannya adalah profesi entrepreneur. 'Small business' kata Shashi. Bukan pekerjaan tak berharga sebagaimana anggapan sang suami.  

Sepanjang plot ini kita akan disajikan pada kritik-kritik yang disampaikan oleh Shashi melalui kegelisahaan dan keluhan. Semuanya tersampaikan seolah tanpa sadar. Shashi secara reflektif berkata, ‘Ketika dikerjakkan oleh laki-laki, makanan adalah seni. Tetapi ketika dikerjakkan oleh perempuan, itu adalah sesuatu yang biasa’. Sebagai lelaki yang dibesarkan dalam nilai-nilai kesetaraan tinggi di Prancis, Laurent yang menjadi pendengar keluhan Shashi menolak anggapan Shashi dan menilai kemampuan yang dimiliki Shashi sama berharganya seperti profesi lain tanpa mengenal jenis kelamin.

Apa yang secara jelas ditekankan oleh Gauri adalah, bahasa bukan alat untuk mengubah identitas Shashi sebagai orang India. Gauri hanya menempatkan bahasa agar peran-peran yang diambil oleh Shashi lebih dihargai. Terutama oleh keluarganya. Gauri juga berusaha mengikis steretipe tentang citra perempuan tradisional India yang dinilai kolot. Semua diraih Shashi tanpa merendahkan. Shashi bahkan tetap memakai sari sepanjang film. Simbol bahwa Shashi tidak berambisi mengubah identitas keindiannya sekalipun ia sudah mahir bahasa Inggris dan berani menyusuri New York sendirian.

Dalam idenya yang sederhana, English Vinglish hadir menjadi film kritis yang tersaji secara santai.  Kita akan menyadari bahwa selera bercanda yang kita anggap sepele dan biasa nyatanya menggambarkan pola pikir kita pada sesuatu.

Bagi Sridevi yang sudah ‘cuti’ selama 15 tahun, English Vinglish jadi film comeback cerdas. Saya seperti melihat transformasi Sridevi dari beberapa era perfilman India hanya dalam film English Vinglish. Sebelum meninggal pada Februari 2018 lalu, Sridevi bermain dalam dua film.             



Comments