Cibiuk. Tidak banyak yang mengenal tempat ini. Lokasi desa yang jauh dari
pusat perekenomian Kabupaten Garut sedikit banyaknya mempengaruhi perkembangan
ekonomi dan infrastruktur desa ini yang terbilang lamban. Kendati demikian,
desa yang terletak di sebelah utara Kabupaten Garut ini memiliki ikon yang
sangat terkenl sampai ke kota besar di Indonesia. Belakangan, ikon ini
mulai merambah pasar luar negeri. Ikon tersebut adalah sambal. Salah
satu menu pelengkap andalan orang Indonesia. Karena berasal dari Kecamatan Cibiuk, ikon ini
kemudian dikenal dengan nama sambal Cibiuk.
Tak banyak orang mengenal sejarah atau asal muasal sambal yang kini hadir
di tengah-tengah kita. Orang tua saya mengatakan sambal itu dibuat pertama kali
oleh sesepuh desa berabad lalu. Dalam buku Budaya Garut serta Pernak
Perniknya yang diterbitkan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Garut, Darpan dan Budi Suhardiman menuliskan bahwa sambal Cibiuk pertama kali
dibuat pada abad ke-18. Meskipun tidak dijelaskan sumber referensi yang menjadi
rujukannya, Darpan dan Budi Suhardiman memaparkan bahwa Eyang Fatimah adalah
orang pertama yang membuat sambal ini.
Eyang Fatimah atau bernama lengkap Nyimas Ayu Fatimah merupakan putri Syekh
Ja’far Shiddiq. Tokoh penyebar agama Islam di wilayah Garut utara. Makam
keduanya kini berada di kompleks pemakaman Syekh Ja’far Shiddiq yang menjadi
tempat ziarah dan petilasan umat muslim dari berbagai penjuru Indonesia.
Dalam catatan Darpan dan Budi Suhardiman, sambal Cibiuk awalnya hanya
dikenal di kalangan ulama. Kesklusifan ini menjadikan resep sambal hanya diketahui
oleh pihak tertentu, terutama keluarga ulama. Asal usul ini melingkupi mitos dalam
sambal Cibiuk. Misalnya ada anggapan hanya orang asli Cibiuk yang bisa
menyajikan rasa asli sambal ini. Atau anggapan sepedas apapun sambal Cibiuk
tidak akan menyebabkan sakit perut.
Terlepas dari semua mitos itu, sambal Cibiuk memang memiliki nilai ekonomi
tinggi dan hadir sebagai trade mark beberapa rumah makan yang
mengusung makanan khas Sunda. Di Cibiuk sendiri, sambal ini mulai booming di
pasar kuliner pada akhir tahun 90-an. Sebuah rumah makan, untuk pertama
kalinya dibangun di Cibiuk dengan mengangkat sambal Cibiuk sebagai trade
mark rumah makannya. Saat itu, Cibiuk yang terletak di kaki Gunung
Haruman masih menjadi tujuan wisatawan domestik dan manca negara untuk aktifitas
terjun payung.
Kehadiran wisatawan tersebut membantu perkembangan bisnis rumah makan. Dari
situ, rumah makan sambal Cibiuk lainnya satu persatu berdiri yang dibarengi
dengan maraknya wisata religi. Sekarang, di Cibiuk sendiri ada 4 rumah makan
besar yang menjual Sambal Cibiuk sebagai menu andalannya. Rumah makan biasanya
akan ramai dikunjungi saat musim ziarah atau libur panjang seperti Idul Fitri.
Beberapa orang yang saya temui sepakat kalau sambal Cibiuk memang sedap dan
khas. Atau lebih tepatnya memiliki cita rasa unik. Letak kekhasan sambal ini
bisa dilihat dari tampilan fisiknya. Berbeda dengan kebanyakan jenis sambal, sambal
Cibiuk diulek secara kasar. Setiap bumbu tidak digerus halus. Cukup sampai
isinya pecah keluar. Metode mengulek inilah yang menjadikan tampilan Sambal
Cibiuk berbeda. Kita masih bisa melihat wujud bumbunya yang masih kasar dan
terlihat tidak pecah. Kekhasan lainnya bisa ditemui dari aromanya yang khas.
Aroma khas ini muncul dari komposisi bumbu.
Dalam komposisi tersebut, ada 3 jenis bumbu yang masing-masing memiliki
aroma kuat tapi juga nikmat. Daun kemangi, kencur, dan terasi. Biasanya, terasi
yang digunakan dalam sambal Cibiuk adalah terasi mentah yang dibakar. Disatukan
dalam sambal, ketiga bumbu tersebut menimbulkan aroma yang bisa menggugah
selera makan. Selain menimbulkan aroma sedap, ketiga bumbu tersebut juga
menimbulkan sensasi rasa yang luar biasa saat dimakan. Selain pedas, tentu
saja, “sambal cibiuk” menawarkan kesegaran dengan tomat mentah hijaunya.
Apalagi jika disandingkan dengan nasi liwet ala rumah makan Sunda yang masih
mengepulkan asap.
Bagi penduduk Cibiuk sendiri, sambal ini menjadi sajian yang biasa hadir
bersama menu makanan lainnya. Paling berjodoh dengan ikan asin yang digoreng
kering. Dengan cara ini dan dengan bisnis kuliner, sambal ini akan lestari.
Tidak hanya eksklusif bagi penduduk Cibiuk, tapi bagi siapa saja yang
berselera. Mangga linggih!
Comments
Post a Comment