ROMA (2018)
Untuk Libo. Ini kalimat penutup adegan film sebelum diakhiri credit tittle. Libo bagi Alfonso Cuaron adalah sosok PRT di masa kecilnya. Saat dia hidup di Meksiko dalam keluarga dan lingkungan kelas menengah ke atas. Meskipun sebuah autobiografi masa kecil Cuaron, Roma tetap fokus pada kehidupan sosok Libo yang mewujud dalam karakter Cleo. Perempuan muda yang mengabdikan dirinya sebagai PRT di rumah keluarga Cuaron.
Di hampir semua adegan, terlihat jelas bagaimana perasaan Cuaron pada sosok Cleo. Juga bagaimana keluarga memperlakukan Cleo. PRT yang walaupun tidak pernah berhenti mengerjakan berbagai urusan rumah tangga, masih punya waktu untuk 'bersenang-senang'. Ikut menonton TV dengan keluarga Cuaron, berkencan, menonton di bioskop, dan ikut berlibur ke pantai. Nyonya rumah bahkan mengantar Cleo ke rumah sakit untuk memeriksa kandungan dan membelikan ranjang bayi yang tidak tunai karena rusuh demonstrasi pro demokrasi. Adegan yang awalnya saya duga sebagai klimaks film ini.
Setelah 2.15 jam, saya baru menyadari bahwa film ini tidak benar-benar ingin menyajikan cerita dengan alur yang datar, menukik, lalu menurun. Tidak bisa dipastikan mana adegan yang membuncahkan emosi. Apakah saat demo berujung rusuh? Saat Cleo bersalin lalu bayinya meninggal? Saat kebakaran hutan di puncak perayaan tahun baru? Saat nyonya mengumumkan pada anak-anaknya bahwa sang ayah telah meninggalkan mereka? Saat anak perempuan majikannya hampir tersapu ombak? Atau justru saat Cleo berhasil mengungkapkan kegelisahan dan rasa bersalahnya pada sang bayi?
Rasanya setiap adegan terlalu penting. Sangat sulit memilih salah satu dari semua kejadian itu sebagai puncak cerita. Semua adegan silang melintang satu sama lain. Menggambarkan transisi hidup setiap tokoh. Terutama Cleo dan sang Nyonya. Dua-duanya mengalami kejadian serupa. Ditinggalkan lelaki yang idealnya hadir untuk mereka dan anak-anak. Pantai menjadi titik balik untuk kembali menata hidup masing-masing. Cleo yang kembali bangkit setelah dirundung duka dan Nyonya yang telah bulat mengambil keputusan baru untuk masa depan anak-anaknya.
Di hampir semua adegan, Cuaron 'menyajikan' sosok Cleo yang penyayang pada keluarga majikannya. Terutama pada setiap anak yang setiap hari dia antar tidur dan dibangunkan dengan penuh sayang. "Bangun Sofi. Putriku," ucap Cleo dengan lembut sambil bernyanyi pelan dan mengusap punggung gadis kecil itu. Keluarga besar sang majikan membalasnya dengan sayang yang sama dan secara alami diekspresikan oleh anak lelaki paling kecil keluarga itu (yang bisa jadi sosok Alfonso Cuaron di masa kecil).
Setiap adegan menjadi sarat emosi karena disajikan secara hitam putih. Dilengkapi dengan teknik pengambilan gambar yang selalu berfokus pada wajah si tokoh saat mereka mengalami emosi-emosi tertentu. Sedih, duka, marah.
Alfonso Cuaron deserve his golden globe award for this great movie.
Comments
Post a Comment