Gak usah heran. Foto gak ada kaitannya dengan isi tulisan. Saya hanya mau pamer anjing yang saya bidik minggu lalu. |
Saya
baru menyadari bahwa 2020 adalah tahun kabisat saat melihat status facebook
seorang teman. Artinya, jumlah hari di tahun ini bukan 365 tapi 366 hari. Saya
pastikan setelah menengok kalender yang baru saya beli kemarin. Bulan Februari
tahun ini berakhir di tanggal 29. Angka itu hanya muncul 4 tahun sekali kecuali
pada siklus empat tahunan yang angka tahunnya bisa dibagi 100. Begitulah
hitungan matematisnya untuk menggenapkan jumlah jam dalam setahun.
Tahun
kabisat ini secara otomatis mengingatkan saya pada seorang adik yang secara ‘kebetulan’
lahir di tanggal 29. Saat mendengar cerita langsung darinya, saya merasa lucu
dengan fakta in dan awalnya jujur saya merasa prihatin pada dia. Bagaimana
tidak, dia adalah sedikit orang yang hanya bisa merayakan hari lahirnya 4 tahun
sekali. Butuh kesabaran menanti sementara semua orang di sekitarnya bisa
bersuka cita dan mendapat ucapan setiap tahun. Saya lupa bertanya, apa dia
memilih kalender hijriyah untuk menandai peralihan usianya. Karena tradisi di
tempat saya, hari kelahiran bayi tidak hanya dicatat berdasarkan kalender
masehi, tapi juga kalender hijriyah. Seandainya tidak, saya bingung bagaimana
dia menandai peralihan usianya di tahun-tahun bukan kabisat. Mungkin
menandainya secara harian. Betapa merepotkan!
Belakangan,
saya tidak lagi merasa prihatin padanya, apalagi, dia sendiri menilai tanggal
lahirnya sebagai kondisi istimewa yang dari nada bicaranya yang penuh bangga,
secara langsung mensiratkan bahwa hanya orang-orang terpilih yang bisa
dilahirkan di tanggal 29 Februari. Mungkin itu penangkapan subyektif saya saja,
karena pada dasarnya, adik kelasku itu pribadi periang dan ekspresif. Mungkin
baginya, tanggal lahir itu tidak istimewa tapi menyenangkan bisa lahir di tanggal
unik. Sesederhana itu. Tapi secara pribadi, saya kini melihat bahwa lahir di
tanggal yang hanya datang 4 tahun sekali sebenarnya menyenangkan juga.
Bagaimana bisa?
Secara
kerangka sosial, ulang tahun tidak sesederhana beralihnya (kalau tidak mau disebut
bertambah) usia, tapi juga merupakan ekpresi budaya atau saya gak mau muluk, bilang saja ekspresi kebiasaan yang caranya berubah sesuai trend. Ulang tahun bagi sebagian orang
menjadi sah ketika bisa dirayakan bersama dengan orang lain dalam ragam bentuk
seperti pesta, atau jika kamu orang yang cukup relijius atau sedang ngalap
berkah, kamu akan menjadikannya ajang untuk bersedekah. Berbagi dengan
orang-orang yang secara ekonomi kekurangan, katakanlah yatim piatu. Itu adalah
bentuk kesyukuran orang-orang karena masih hidup dalam keadaan sehat. Meskipun
dari sudut skeptis, saya bisa saja mendebat, seharusnya kita sedih karena usia
kita berkurang. Tapi, yang jelas, apapun ragam bentuk perayaannya, semua tetap membutuhkan
biaya. Sekalipun itu sekedar untuk mentraktir beberapa teman dan kerabat. Jika
hari lahirmu hanya terjadi 4 tahun sekali, banyak sekali uang yang bisa kamu
hemat. Jelas sekali ini opini dari orang yang, kalau tidak pelit, memang hidup
pas-pasan. Sebentar, sebelum ketahuan kalau orang yang dimaksud dalam dua
kategori itu saya, saya mau menyampaikan argumen kedua tentang kesenangan lain
di balik ulang tahun di tahun kabisat.
Kesenangan
lain, dan menurut saya sangat esensial adalah, hilangnya beban pikiran. Apa yang
menjadi beban pikiran di hari ulang tahun selain soal pengeluaran? Ada. Pikiran
tentang usia yang merangkak naik dan dalam waktu bersamaan artinya jatah hidup
kita berkurang. Yah, tentu saja, soal berapa banyak jatah hidup tidak ada satu
orang pun di dunia ini yang tahu, kecuali bagi mereka yang memutuskan untuk
menghentikannya dengan ragam cara seperti mengambil jalan eutanasia. Tapi setidaknya,
dengan berulang tahun hanya 4 tahun sekali, kamu bisa terbebas dari alarm
tahunan yang mengingatkanmu soal laju penuaan yang jelas sekali mendapatkan momentumnya
saat kamu harus meniup lilin sesuai angka usiamu. Biasanya berwana merah
menyala dengan pinggiran putih yang nangkring di atas kue. Atau, kalau kamu
bukan golongan tiup lilin, seluruh akun media sosialmu akan siap merayakannya
untukmu. Di Facebook, mereka bahkan membuatkan video khusus untukmu yang akan
muncul di beranda seluruh teman facebookmu.
Baiklah,
teror soal penuaan ini tidak selalu dialami semua orang. Mungkin sebenarnya ini
hanya merepresentasikan diri sendiri saja, karena nyatanya banyak sekali orang
yang bersuka cita merayakan. Teman saya bahkan dia memamerkan foto uban pertama
yang muncul di kepalanya di seluruh teman media sosialnya. Ini adalah tanda
orang yang ‘embrace their own age and the stage of life’. Pertanyaannya, jika
jumlah orang yang menerima proses penuaan itu sebegitu banyak, kenapa banyak
sekali produk-produk kosmetik atau kesehatan yang menawarkan sebaliknya.
Menolak menjadi tua. Sebuta saja produk-produk perawatan kulit. Berapa banyak brand
kecantikan yang mengeluarkan produk anti-aging? Nah! Namanya saja sudah anti
aging. Anti berarti tidak suka atau tidak senang. Anti aging berarti menolak (atau
paling enggak menunda) tahap-tahap penuaan dengan mengaplikasikan berbagai
produk kosmetik agar kulitmu tidak berkerut. Apalagi ketika kamu tersenyum. Belum
lagi dengan produk-produk pewarna rambut yang jelas, selain digunakan untuk
senang-senang karena bisa berganti warna rambut sesuai tren, juga banyak
digunakan untuk menutupi uban-uban yang kian lama kian banyak. Tidak berhenti
sampai di sini, gaya hidup juga mencoba menawarkan banyak cara untuk membuatmu
tetap awet muda. Misalnya dengan makan-makanan rendah lemak dan lain
sebagainya.
Apakah
itu semua bukan pertanda bahwa sebenarnya, kita tidak benar-benar bisa menerima
proses penuaan? Mungkin, diam-diam, kita semua tidak suka perayaan ulang tahun
dalam ragam bentuknya. Entah itu perayaan dengan kerabat atau sekedar pengingat
dari seluruh akun media sosial. Atau mungkin kita suka perayaan bukan karena
itu mengingatkan kita pada angka usia yang bertambah, tapi itu momen ketika
orang-orang terdekat kita meluangkan waktu untuk mengingatkmu, sekalipun dalam
bentuk ucapan. Itu menunjukkan bahwa orang-orang di sekitarmu masih
memperdulikanmu. Apakah kemudian kamu jadi merenung tentang proses penuaan yang
menjadi nyata di hari ulang tahunmu, itu urusan belakangan. Yang jelas, ketika
kamu menyadari dan merasa belum siap dengan proses itu, ada banyak pilihan
untuk menunda proses itu yang pasti akan terlihat secara fisik. Sayangnya,
semua itu hanya bisa terwujud jika kamu punya duit.
Comments
Post a Comment