Koleksi pribadi: Bunga hias di Pasar Tawangmangu |
Dalam ingatan masa kecil saya,
rol rambut adalah salah satu alat kecantikan yang biasa saya temui. Di rumah
sendiri atau rumah lain yang biasa saya kunjungi. Rol rambut terbuat dari
plastik berbentuk lingkaran memanjang di mana bagian luarnya agak bergerigi
biasanya difungsikan untuk membuat rambut bergelombang atau agar bentuk poni
menekuk sedikit. Saat ini, alat pelurus rambut bertenaga listrik atau biasa
disebut catok umum ditemui, meninggalkan rol rambut di belakang. Baik rol
rambut ataupun catok, keduanya adalah sekian alat yang merepresentasikan
definisi kita akan kecantikan. Setidaknya persepsi kita soal penataan rambut
yang menambah nilai kecantikan seorang perempuan. Di era rol rambut, bisa
dikatakan rambut bergelombang menjadi definisi cantik yang digemari. Kini,
catok mengabarkan kita bahwa rambut lurus adalah 'syarat lengkap' untuk menjadi
cantik. Sekalipun itu bagi perempuan berkerudung karena rambut mengembang
seperti singa adalah aib yang secara eksplisit sering ditampilkan dalam iklan
berbagai produk perawatan rambut.
Iya, definisi cantik terus
berkembang dan selalu berubah. Dari zaman rol ke catok. Setidaknya beberapa
tahun ke belakang ini definisi cantik berubah cukup drastis. National
Geographic edisi Februari 2020 mengangkat perubahan itu dalam liputan utamanya
berjudul 'Merombak Definisi Kecantikan' yang ditulis oleh Robin Ghivan. Dalam
esainya, Ghivan memaparkan bahwa definisi kecantikan sedang bergerak ke arah
yang lebih inklusif. Perkembangan teknologi, ikut berkontribusi pada tuntutan
publik akan definisi cantik yang lebih luas tidak dibatasi karakter fisik
tertentu yang sebelumnya didominasi oleh kulit putih barat. Kini, secara global
definisi cantik sangat beragam. Terbentang dari berbagai tone warna kulit
hingga segala jenjang usia dan ukuran tubuh. Kita sudah tidak kaget lagi
melihat perempuan berusia lanjut tampil menjadi model pemotretan sebuah produk
fashion. Kita juga terbiasa melihat perempuan berbadan gemuk mengekspresikan
dirinya dengan penuh percaya diri. Sesuatu yang tidak akan dibayangkan terjadi
jika kamu hidup sebelum era media sosial. Kini, semua punya tempat untuk
mengatakan 'saya cantik'.
Jika diamati perkembangannya, di
Indonesia sebenarnya definisi cantik tidak lepas dari pengaruh luar. Kita ingat
istilah cantik kawai yang dipromosikan oleh produk perawatan tubuh dari Jepang.
Ini sempat menciptakan tren tersendiri. Produk dalam negeri sendiri berusaha
untuk menawarkan definisi cantik yang sangat dominan Indonesia dengan tagline
'kuning langsat'-nya. Baru-baru ini, produk dari Korea menambah definisi cantik
yang sudah berderet panjang. Namun dari semua definisi kecantikan yang banyak
diantarkan melalui produk perawatan tubuh dan fashion, ada jenis-jenis yang konstan tidak
berubah. Definisi cantik di Indonesia umumnya masih didominasi oleh tone warna
kulit putih yang kini lebih populer disebut cerah, tubuh ideal adalah tinggi
semampai, dan biasanya berhidung mancung. Definisi cantik seperti itu telah lama membentuk citra diri perempuan tentang kecantikan diri mereka. Menjadi motivasi perempuan dalam mengatur pola hidup dari diet sampai olahraga. Mempengaruhi keputusan para perempuan dalam menentukan produk kecantikan mana yang harus dibeli. Dan dalam bentuk paling ekstrem menjadi pemuci perilaku perundungan.
Seturut dengan perkembangan global, dominasi definisi cantik itu setidaknya mulai
disaingi dengan narasi-narasi yang disebut Ghivan sebagai kecantikan yang
inklusif. Misalnya Dove yang menampilkan model-model dari karakter tampilan
fisik yang lebih beragam dan menjadi kampanye utamanya untuk mengenalkan definisi canti baru. Selain itu, public figur sendiri mencoba untuk memunculkan narasi
cantik baru ini dan dalam waktu yang sama mengangkat isu body shaming. Misalnya
dilakukan oleh Tara Basro. Masih ingat Tara Basro yang mengunggah beberapa foto
dirinya dengan perut berlipatnya di IG? Foto yang menurut kementrian
komunikasi berpotensi melanggar UU ITE ini adalah salah satu bentuk
kampanye definisi cantik inklusif oleh public figure dan Tara Basro adalah
refresentasi yang pas. Warna kulit Tara Basro yang cokelat gelap jelas
kebalikan dari warna kulit dominan yang kerap 'dipromosikan' di Indonesia. Keberaniannya
memperlihatkan perut yang berlipat adalah bentuk kampanye citra tubuh positif. Tara Basro jelas sedang mengatakan, 'cantik adalah saya yang apa adanya'. Meskipun diperingatkan keminfo, dukungan positif membanjiri postingan Tara
Basro yang memperlihatkan bahwa publik, khususnya para pengikut Tara Basro di
instragram, sepakat bahwa berkulit gelap dengan tubuh yang berisi bukan berarti
tidak cantik. Kondisi tubuh kita apa adanya adalah definisi ‘saya cantik’ yang
baru. Seperti kata Ghivan, kini setiap perempuan bisa mendefinisikan cantik
dirinya sendiri. Tidak lagi dimonopoli oleh citra yang dominan.
Pertanyaanya, apakah pergerakan di
Indonesia sudah sejalan dengan pergerakan perubahan definisi cantik yang sedang
terjadi secara global? Cantik yang inklusif seperti kata Ghivan. Cantik yang
beragam. Kita amati saja apa yang kita temui sehari-hari dalam tayangan kita.
Apakah definisi cantik masih didominasi oleh nilai-nilai yang sama yang kita
lihat 10 tahun lalu? Apakah tayangan kita sudah cukup memberi ruang bagi
perempuan dari setiap gugus kepulauan untuk tampil tidak hanya sebagai cameo,
tapi ada di titik sorot lampu? Kita hampir tidak pernah menemukan perempuan dari Indonesia bagian timur tampil dalam berbagai tayangan kita. Kita juga jarang melihat perempuan dengam disabilitas muncul ke 'dunia' arus utama. Padahal, dengan semakin banyak role model publik akan semakin terpapar pada
keberagaman. Untungnya, perkembangan pesat teknologi memudahkan kita untuk
mengakses banyak hal. Termasuk membuat diri kita terpapar oleh definisi cantik
baru. Cantik dalam gradasi warna kulit beragam. Cantik dalam ukuran tubuh
apapun. Cantik dalam ragam usia yang membawa masing-masing perubahan pada fisik
kita. Cantik yang bebas kita pilih. Cantik yang sangat saya.
Comments
Post a Comment