Sorgum dari Timur
Dalam buku Sorgum, Benih leluhur untuk Masa Depan, Ahmad
Arif mencatat sorgum pada dasarnya bukan tanaman endemik Indonesia. Penelusuran
secara alamiah menemukan jejak awal budidaya sorgum ada di Afrika lalu menyebar
ke belahan dunia lain seiring dengan migrasi dan interaksi manusia. Sekalipun
bukan endemik, Di Indonesia sorgum memiliki sejarah yang panjang. Jejaknya bisa
ditelusuri dari ragam nama lokal sorgum di banyak daerah di Indonesia. Namun di
Flores Timur, Ahmad Arif melacak sejarah panjang sorgum melalui tradisi di
masyarakat di mana sorgum telah lama hadir sebagai bagian penting dalam budaya
bertani dan beragam ritual kepercayaan. Ada tradisi lisan yang mengisahkan
tentang kemunculan benih sorgum pertama di daratan Flores Timur. Ada banyak
cara pemanfaatan sorgum oleh masyarakat Flores Timur. Namun akar sejarah
tersebut tetap tidak cukup mampu membendung pola penyeragaman pangan yang
lambat-laun menghapus sorgum dari daftar menu harian masyarakat. Mayoritas
masyarakat saat ini masih berfokus pada budidaya padi dan jagung.
Sekalipun mayoritas petani fokus menanam padi dan jagung, sorgum
tidak benar-benar punah. Dalam skala kecil, sorgum masih ditanam dan menjadi
pangan alternatif. Di Desa Kimakamak, saya mendapatkan cerita yang sama dari
banyak warga: Sorgum tetap tumbuh liar di pekarangan, semak-semak, dan hutan.
Orang bisa dengan mudah menemukannya sekalipun tidak tertarik untuk
menjadikannya sebagai salah satu pilihan pangan dalam menu harian. Sorgum lebih
banyak dimakan gerombolan burung. Namun sebagian responden dewasa yang saya
wawancarai masih menyimpan ingatan kehadiran sorgum dalam menu harian mereka di
masa lalu. Hendrikus mengaku terakhir makan sorgum pada kisaran tahun 1970an.
Mama Jari, di kampung kelahirannya mengalami hal yang sama. Sorgum menjadi menu
harian di masa lalu. Keluarganya menyajikan sorgum dalam bentuk nasi dan
masakan berkuah. Seiring dengan semakin murahnya harga beras, sorgum lambat
laun absen dari menu harian Hendrikus dan Mama Jari.
Di Desa Kimakamak, sorgum kembali dibudidaya karena ‘dipaksa’
keadaan. Perubahan iklim membawa konsekuensi pada pola cuaca. Hujan semakin
tidak terprediksi dengan periode curah yang menjadi semakin pendek. Dengan
model pertanian tadah hujan, perubahan ini otomatis berpengaruh besar pada pola
tanam. Terutama untuk padi yang sangat bergantung pada hujan. Mayoritas petani
di Desa Kimakamak mengaku mengalami gagal panen padi dalam beberapa tahun ke
belakang. Sebabnya, hujan turun terlambat dibanding biasanya. Sebagian lantas
mencoba membudidaya sorgum dengan dukungan program dari YPPS pada tahun 2017. Menurut
Fransiskus, sorgum lebih mudah tumbuh karena tidak membutuhkan banyak air
sebagaimana padi. Bahkan, dalam kondisi cuaca yang tidak menentu atau saat
curah hujan menurun, sorgum masih bisa dipanen. Fransiskus pun mengaku di
periode panen berikutnya dia akan mengalokasikan lahan yang lebih luas untuk
menanam sorgum. Tidak hanya untuk dijual, tapi hasil panen sorgum juga akan
disimpan sebagai tambahan pangan di keluarga. Di Desa Kimakamak, tiga varian
menu sorgum yang banyak dikonsumsi saat ini berbentuk beras, tepung dan cereal.
Mama Jari: Berawal Dari Sorgum Liar
Sebelum tahun 2017, Mama Jari dan Doni suaminya telah lebih dulu memulai inisiatif budidaya sorgum. Ini dimulai sekitar tahun 2015. Mama Jari mencoba budidaya sorgum dari memanen benih liar yang kemudian ditanam di kebunnya. Inisiatif ini tumbuh berkat pengetahuan masa lalu Mama Jari. “Dulu itu, orantua kasih saya makan (sorgum)”, ujar Mama Jari yang bercerita panjang tentang ketertarikannya pada sorgum. Dengan pengetahuan masa lalu, Mama Jari melihat sorgum yang tumbuh liar di Desa Kimakamak berpotensi jadi menu alternatif untuk keluarganya.
Berbeda dengan kebanyakan perempuan di Desa Kimakamak, Mama Jari
adalah salah satu petani perempuan yang mempunyai lahan garapan sendiri. Lahan
itu tidak lebar dan berada dekat dengan rumah. Tapi di lahan itulah Mama Jari leluasa
melakukan percobaan menanam sorgum. Mama Jari mengumpulkan benih liar, disimpan
dan mulai ditanam saat mulai memasuki periode tanam. Menurut Mama Jari, sorgum
lokal di Desa Kimakamak memiliki bulir yang bagus, berwarna kemerahan dengan
rasa yang lebih manis dibanding sorgum yang didatangkan dari luar desa.
Inisiatif Mama Jari tidak berhenti dari menanam sorgum dari benih
liar. Mama Jari bahkan mencari cara agar pengupasan sorgum lebih efisien. Di
masa lalu, satu-satunya cara mengupas sorgum dilakukan dengan cara menumbuknya.
Selain memakan energi, proses pengupasan manual ini juga memakan waktu yang
panjang karena kulit sorgum jauh lebih tebal dibandingkan padi. Untuk
mensiasatinya, Mama Jari mencoba mengupas sorgum menggunakan mesin penggiling
jagung. “Dulu itu pake tumbuk. Karena licin sekali (kulitnya), jadi saya
datangkan mesin manual satu. Saya coba giling. Bisa terjadi (bisa digiling).
Jadi saya fokusnya di situ”, cerita Mama Jari malam itu. Mesin yang dibelinya
dari kota kecamatan di Waiwadan adalah mesin manual yang digerakkan tangan.
Namun berkat mesin itu proses pengupasan sorgum menjadi lebih efisien. Sejak
budidaya kembali dimulai pada 2015 hingga saat ini, sorgum kembali jadi menu
harian keluarga Mama Jari. Mama Jari bahkan mengenalkan sorgum ini pada masyarakat
di luar Desa Kimakamak.
Stunting dan Sorgum Dalam Menu PMT
Dalam satu dekade ke belakang, sorgum di Flores Timur memang
kembali dibudidaya sekalipun belum semasif padi. Namun dukungan nyata
pemerintah pada budidaya sorgum pelan-pelan mulai terlihat. Salah satunya
mendorong sorgum sebagai salah satu menu utama dalam program penghapusan
stunting di NTT. Doni, kepala Puskesmas di Waiwadan menyatakan Adonara Barat
memiliki angka kasus stunting tertinggi atau sekitar 55% dari total jumlah
balita di Flores Timur pada tahun 2018. Kemudian pemerintah meluncurkan program
Gerobak Cinta untuk menekan kasus stunting. Berkat program ini, secara
berturut-turut angka stunting menurun. Pada 2019 angkanya menurun menjadi 33%
dan menjadi 26% di tahun 2020. Angka ini berhasil ditekan salah satunya berkat
program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) selama 90 hari untuk anak dari usia 6
bulan hingga di atas 2 tahun. Dalam program PMT ini, pemerintah mendorong agar
pangan lokal masuk dalam menu PMT. Salah satunya sorgum.
Memilih sorgum sebagai salah satu menu dalam program PMT menjadi
masuk akal jika menilai kandungan gizi yang dimiliki si bulir ini. Ahmad Arif
dalam Sorgum, Benih Leluhur untuk Masa Depan memaparkan sorgum
mengandung nutrisi yang kaya dan merupakan karbohidrat kompleks yang artinya
mengandung serat dan pati. Sorgum sendiri mengandung 12 nutrisi yang dibutuhkan
untuk anak usia 1-9 tahun dan menjadi salah satu pangan yang memenuhi Asupan
Nutrisi Terekomendasi (RNI; Recommended Nutrient Intakse) yang disarankan oleh
WHO. Dengan kata lain, sorgum dalam menu PMT sejalan dengan kebutuhan gizi
anak-anak stunting di Adonara Barat.
Namun pemberian sorgum pada anak-anak tidaklah mudah. Fransiska,
bidan yang bertanggung jawab untuk program PMT di Desa Kimakamak menceritakan
kesulitan yang dihadapi saat menyajikan olahan sorgum. Anak-anak masih asing
pada rasa sorgum, terutama pada anak-anak yang sudah mengenal rasa. Kondisi ini
dibenarkan oleh Doni. Fransiska behkan berkonsultasi pada ahli gizi di
Waiwadan. “Anak-anak tidak makan sama sekali. Kemudian konsultasi ke tenaga
gizi puskesmas. (Disarankan) agar anak-anak terbiasa, sorgum diolah dengan
kacang merah dengan perbandingan 50:50. Kemudian secara bertahap mengurangi
takaran kacang merah jadi 25:75. Minggu ketiga baru mau mengkonsumsi
sedikit-sedikit. Anak-anak juga cenderung suka sorgum cereal yang diseduh
dengan susu,” ujar Fransiska. Namun terlihat jelas bahwa pemerintah mulai
memberikan perhatian pada pentingnya memasukkan pangan lokal dalam
program-program pemerintah.
Pengolahan dan Lidah yang Masih Asing
Sorgum secara karakter terbilang cocok tumbuh di bentang tanah NTT
yang kering dengan curah hujan pendek. Di bukunya, Ahmad Arif menyajikan peta
budidaya sorgum yang banyak tersebar antara Flores hingga Lembata. Salah satunya
di Adonara Barat. Menurut Doni, di Adonara Barat, Desa Kimakamak merupakan
salah satu lumbung sorgum. Sorgum dari Kimakamak memasok kebutuhan PMT untuk
seluruh puskesmas di 5 kecamatan di Adonara dan daratan Flores. Di Kimakamak,
seperti yang disampaikan oleh hampir semua responden, sorgum tumbuh dengan
baik. Namun belum semua mau beralih karena berbagai alasan. Salah satunya
karena harus kembali belajar dari awal cara-cara menanam sorgum. Selama ini
petani telah terbiasa menanam padi dan jagung.
Berbeda dengan alasan para petani lelaki, bagi para perempuan,
tantangan dalam konsumsi sorgum adalah pada proses pengolahan. Marlinda Nau,
responden dari Desa Taiftob di Mollo mengungkapkan bahwa mesin penggiling untuk
mengupas sorgum belum lumrah ditemui sebagaimana mesin penggiling padi.
Padahal, kulit sorgum jauh lebih tebal. Marlinda Nau masih mengupasnya dengan
cara menumbuknya. Kelangkaan mesin menurut Marlinda karena sorgum belum umum
ditanam. Inisiatif Mama Jari menjadi penting karena mesin yang sedianya
ditujukan untuk menggiling jagung, pada praktiknya bisa digunakan untuk
menggiling sorgum. Dorongan inovasi teknologi yang memudahkan akan bisa
membantu proses adaptasi masyarakat menjadi lebih mudah.
Tantangan yang juga banyak disuarakan adalah tentang selera. Terutama pada anak-anak. Fransiskus mengaku anak-anaknya hanya mau mengkonsumsi sorgum dalam bentuk cereal yang diseduh susuh. ‘Jadi rasanya sepergi energen,’ ujar Fransiskus. Anak-anak cenderung menolak ketika sorgum dimasak seperti nasi. Ini mengingatkan saya pada cerita nasi thiwul di Gunungkidul. Generasi yang lebih muda mengaku tidak terlalu menyukai thiwul yang saat ini lebih terkenal sebagai komoditas pariwisata. Bagi penduduk dewasa yang pernah mengenal sorgum, beradaptasi pada rasa baru selain rasa manis beras padi bukan upaya yang sulit. Tapi bagi anak muda, yang tidak memiliki kenangan rasa sorgum, lidah mereka sangat asing dengan rasa sorgum. Namun upaya pemerintah melalui PMT bisa jadi pintu untuk mengenalkan sorgum kembali pada generasi muda.
*catatan ini adalah data-data yang sebagian tidak termuat dalam laporan kajian ICDR bersama Oxfam pada Agustus-Oktober 2020
Borgata Hotel Casino & Spa - JMT Hub
ReplyDeleteBorgata Hotel 안산 출장안마 Casino & 경기도 출장안마 Spa 안양 출장샵 has been named the best hotel and casino in New Jersey by Travel + Leisure. The resort features 2,108 rooms, 구리 출장마사지 with 1,600 slot machines, 이천 출장샵